Suarapapuanews, Jakarta– Gubernur Papua Lukas Enembe masih saja mangkir dari panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan tetap memilih berada di rumahnya. Kasus Lukas Enembe yang berlarut-larut ini tidak saja menghalangi proses pemberantasan korupsi namun juga menghambat kepentingan rakyat Papua.
Lukas Enembe selalu beralasan sedang sakit jantung dan stroke, sehingga tidak bisa datang memenuhi panggilan KPK. Padahal kasusnya sangat parah karena ia terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan menerima gratifikasi senilai ratusan miliar rupiah. Sesuai dengan aturan, maka seseorang yang dipanggil KPK dan absen sampai 2 kali, akan dijemput paksa.
Namun sampai sekarang Lukas Enembe belum dijemput paksa. Apalagi ada warga Papua yang jadi simpatisan Lukas dan berjaga di sekitar rumahnya selama lebih dari sebulan. Mereka takut Lukas akan benar-benar dijemput KPK. Jika dipaksakan maka resikonya adalah pertumpahan darah dan sangat mengkhawatirkan. Namun Lukas sendiri tidak pernah berpikir seperti itu, dan justru memilih berdiam di rumahnya sendiri.
Jika Lukas Enembe sakit selama lebih dari sebulan maka otomatis ia tidak masuk kerja dan posisi gubernur kosong. Padahal hal ini berbahaya karena bisa menyebabkan banyak hal buruk. Mulai dari lambatnya pelayanan masyarakat, susahnya administrasi, dan tersendatnya proyek pembangunan Papua. Semua ini akan merugikan kepentingan rakyat di Bumi Cendrawasih.
Pelayanan publik masyarakat Papua sangat terganggu disebabkan oleh kekosongan kursi gubernur. Hal ini membuat rakyat gelisah karena Lukas Enembe tak kunjung datang ke kantor, dan belum tahu kapan sembuhnya. Oleh karena itu perlu ada tindakan agar tidak ada kekacauan di kantor Pemerintah Provinsi Papua selama Lukas Enembe izin sakit.
Esau Tegai, tokoh masyarakat Papua, menyatakan bahwa Provinsi Papua membutuhkan pejabat sementara gubernur untuk menggantikan Lukas Enembe. Tujuannya agar pelayanan publik tidak terganggu dan roda pemerintah berjalan dengan baik, sehingga tidak merugikan kepentingan masyarakat Papua.
Esau menambahkan, seorang pejabat sementara gubernur diperlukan karena saat ini Provinsi Papua tidak punya Wakil Gubernur, karena wagub yang sebelumnya (Klemen Tinal) meninggal dunia setahun lalu. Biasanya jika gubernur absen maka akan digantikan oleh wakilnya, tetapi kedua kursi pejabat tersebut sama-sama kosong, padahal posisinya sangat krusial.
Dalam artian, pengangkatan pejabat sementara gubernur sangat urgent karena pelayanan publik jadi terhambat sejak Lukas Enembe menyatakan dirinya stroke, sehingga tidak kuat bekerja di kantor Pemerintah Provinsi Papua. Presiden Jokowi selayaknya mengangkat pejaba Papua untuk menggantikan posisi Lukas Enembe, sehingga pelayanan masyarakat Papua tidak terganggu.
Siapa yang layak menjadi pejabat sementara gubernur? Tidak bisa diprediksi karena merupakan hak prerogatif Presiden Jokowi. Namun biasanya dipilih sosok pejabat yang ada di Provinsi Papua, sehingga sudah mengerti seluk-beluk di kantor dan paham cara melayani masyarakat dengan baik.
Jika ada gubernur sementara maka pelayanan masyarakat Papua tidak akan terganggu, karena mereka bisa mendapatkan tanda tangan sang pemimpin provinsi yang dianggap sah, meski jabatannya sementara. Kemudian, jika ada proyek pembangunan di Papua akan jadi lancar karena ada arahan dari sang gubernur sementara, berikut juga kucuran dananya. Masyarakat di Bumi Cendrawasih tak lagi menderita.
Sementara itu, tokoh masyarakat Papua Alex Makabori menyatakan bahwa pemerintah pusat jangan hanya fokus mengurus kesehatan Lukas Enembe. Namun juga mengurus pembangunan kesejahteraan masyarakat Papua. Oleh karena itu dibutuhkan seorang caretaker, yang bisa menggantikan tugas-tugas Lukas untuk sementara.
Alex menambahkan, selama ini pelayanan publik di kantor gubernur tidak bisa maksimal ketika Lukas cuti sakit. Namun saat sudah ada caretaker maka akan berdampak positif karena masyarakat bisa menemui langsung gubernur sementara tersebut. Siapa tahu mereka sangat membutuhkan tanda tangan dari beliau.
Jika kursi gubernur tetap kosong maka akan ada berbagai kekhawatiran. Pertama, koordinasi pembangunan Papua akan susah, karena tidak ada yang mengarahkannya. Kedua, dana pembangunan akan susah dicairkan, karena tidak ada tanda tangan sang gubernur. Sedangkan yang ketiga, pelayanan publik akan makin lambat dan merugikan rakyat.
Masyarakat Papua ingin agar segera diangkat caretaker alias gubernur sementara, agar kepentingan mereka tidak terganggu ketika Lukas Enembe sakit parah. Tidak menjadi masalah siapa yang akan dijadikan gubernur sementara, yang penting ia memiliki kapabilitas dan bisa mengayomi masyarakat Papua dengan baik.
Ketika Lukas Enembe menolak kasus hukumnya diteruskan maka akan ada efek jangka panjang. Kasusnya tak kunjung selesai dan ia berpura-pura sakit selama lebih dari sebulan. Dalam kurun waktu itu ia tidak pergi ke kantor Pemerintah Provinsi Papua dan akibatnya pelayanan masyarakat terabaikan. Oleh karena itu, butuh pejabat sementara untuk menggantikan posisinya, agar rakyat Papua tidak kebingungan saat akan mengurus adminsitrasi.
)* Penulis adalah mahasiswa Papua tinggal di Jakarta
(RM/AA)