Suarapapuanews, Jakarta– Krisis pangan tampaknya menjadi ancaman di banyak negara, hal ini tentu saja harus dicarikan solusi agar masyarakat dunia mampu memenuhi kebutuhan pangan. Terkait dengan masalah global tersebut, Indonesia ternyata layak dijadikan rujukan oleh negara-negara G20 didalam atasi krisis pangan.
Apalagi presidensi G20 telah menegaskan kembali komitmen untuk menggunakan semua perangkat kebijakan yang tepat untuk mengatasi tantangan ekonomi dan keuangan saat ini, termasuk risiko kerawanan pangan.
Prima Ghandi selaku Akademisi dari Institute Pertanian Bogor (IPB), mengatakan bahwa Indonesia layak dijadikan rujukan, khususnya negara G20 dalam mengatasi krisis pangan yang terus mengancam.
Dalam keterangan tertulisnya Prima mengatakan bahwa Indonesia telah berhasil mencapai swasembada beras pada tiga tahun berturut-turut, yakni tahun 2019, 2020 dan 2021. Hal ini dikarenakan pemerintah berkomitmen untuk memberikan subsidi pupuk untuk petani dan subsidi solar untuk nelayan.
Menurut Prima, Indonesia diuntungkan dengan luas wilayahnya yang terdiri atas pulau-pulau yang memiliki daratan luas. Untuk itu, pemerintah dan masyarakat perlu memberikan ucapan terima kasih kepada para petani di Indonesia.
Dirinya juga meminta kepada pemerintah untuk mewaspadai gejolak ekonomi hingga inflasi di kemudian hari dan hal tersebut akan berdampak pada sistem ketahanan pangan di Indonesia.
Prima mengatakan ada tiga faktor utama yang bisa menjadi tawaran Indonesia kepada negara-negara yang sedang dilanda krisis. Di mana tiga tawaran itu sudah dijalankan pemerintah selama ini, yakni pangan lokal, “food estate” dan lahan pertanian pangan berkelanjutan.
Pada kesempatan berbeda, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menekankan, pentingnya kolaborasi global untuk mengatasi krisis pangan yang saat ini banyak mengancam banyak negara di dunia.
Pernyataaan tersebut ia utarakan di depan para Menteri Keuangan dan Menteri Pertanian Negara-negara G20 yang hadir pada joint Finance and Agriculture Ministers Meeting (JFAMM) G20 di Washington DC, AS.
Pertemuan yang juga dihadiri oleh negara undangan dan internasional organisasi bidang keuangan dan pertanian tersebut, diselenggarakan untuk merespon ancaman kerawanan pangan dan gizi global.
Syahrul menjelaskan, sebagai bagian dari komunitas global, G20 berkomitmen mendukung peran krusial dari sektor pertanian. Utamanya dalam menyediakan pangan dan gizi bagi semua orang sekaligus menjamin pembangunan ekonomi inklusif dan berkelanjutan.
Demi mempercepat pemulihan dan membangun sektor pertanian dunia yang lebih kuat dan tangguh, para Menteri Keuangan dan Menteri Pertanian G20 telah berkomitmen untuk menghadirkan solusi bersama. Solusi tersebut berbentuk skema pendanaan global untuk penanganan tiga isu prioritas sektor pertanian dan pangan.
Pertama, mempromosikan sistem pertanian dan pangan yang tangguh-berkelanjutan.
Kedua, mempromosikan perdagangan pertanian yang terbuka, adil, dapat diprediksi, transparan dan non-diskriminatif untuk memastikan ketersediaan dan keterjangkauan pangan bagi semua.
Ketiga, mempromosikan kewirausahaan pertanian inovatif melalui pertanian digital untuk meningkatkan penghidupan petani di pedesaan.
Mentan menegaskan, bahwa ketiga isu prioritas tersebut saling berkaitan dan dibutuhkan sentuhan teknologi serta inovasi dalam mewujudkannya.
Dalam konteks implementasinya, kita yakini bahwa teknologi dan inovasi menjadi kunci utama dalam upaya pengembangan sistem pertanian dan pangan berkelanjutan.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan bahwa Presidensi G20 Indonesia telah menegaskan kembali komitmen untuk menggunakan semua perangkat kebijakan yang tepat untuk mengatasi tantangan ekonomi dan keuangan saat ini, tak terkecuali risiko kerawanan pangan.
Sri Mulyani menuturkan bahwa G20 siap untuk mengambil tindakan kolektif yang cepat tentang ketahanan pangan dan gisi termasuk dengan bekerja sama dengan inisiatif lain.
Perlu diketahui, laporan Prospek Tanaman dan Situasi Pangan terbaru oleh Sistem Informasi dan Peringatan Dini Global FAO (GIEWS), saat ini sebanyak 45 negara di seluruh dunia membutuhkan bantuan eksternal untuk kebutuhan pangan.
Negara-negara tersebut mencakup 33 negara di Afrika, 9 negara di Asia, 2 Negara di Amerika Latin dan Karibia serta 1 negara di Eropa.
FAO mensinyalir, kondisi ini disebabkan oleh kekeringan berkepanjangan sehingga menimbulkan situasi kerawanan pangan yang parah di Afrika Timur. Dengan kelaparan diperkirakan terjadi di beberapa bagian Somalia, kecuali terdapat peningkatan upaya bantuan kemanusiaan.
Sementara itu, tingkat inflasi yang relatif tinggi, lingkungan makroekonomi yang menantang dan mata uang yang terdepresiasi memperburuk kondisi kerawanan pangan di negara-negara berpenghasilan rendah yang mengalami defisit pangan.
Skor Indeks Ketahanan Pangan Global (Global Food Security Index/GFSI) Indonesia tercatat sebesar 60,2 poin pada 2022, meningkat 1,7% jika dibandingkan pada 2021 pada 59,2 poin. Secara umum, keterjangkauan harga pangan Indonesia dinilai cukup baik dengan skor 81,5 poin.
Indonesia memiliki peran sebagai rujukan negara G20 dalam rangka mengatasi krisis pangan global. Forum G20 harus menjadi forum yang mampu menghadirkan solusi bagi permasalahan global.
)* Penulis adalah kontributor Ruang Baca Nusantara
(PS/AA)