Suarapapuanews, Jakarta– Sejauh ini pemerintah sudah sangat optimal dalam upayanya untuk bisa melakukan pemberantasan terorisme dibantu beberapa jajaran seperti Badan Intelijen Negara (BIN), TNI/Polri dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Masyarakat bisa dijamin keamanannya dan bisa dengan lebih tenang bersikap serta perlu mendukung hingga memberikan apresiasi setinggi-tingginya bagi pemerintah.
Belakangan sempat terjadi sebuah peristiwa yang menjadi perbincangan masyarakat sekaligus meningkatkan rasa khawatir masyarakat luas akan nyatanya ancaman radikalisme dan terorisme. Pasalnya, beberapa hari lalu, terdapat seorang wanita yang memiliki senjata pistol mencoba untuk menerobos masuk ke Istana Negara di Jakarta Pusat.
Bahkan kejadian tersebut sempat terekam oleh kamera CCTV Istana, menunjukkan bagaimana para Paspampres sebenarnya sedang melakukan tugas rutin mereka untuk terus menjaga dan melakukan pengaturan di wilayah sekitar Istana Presiden tersebut. Namun secara tiba-tiba ada seorang perempuan yang berjalan kaki dan ditengarai dari arah Harmoni menuju ke Jalan Medan Merdeka Utara.
Namun ternyata perempuan tersebut bukan hanya sekedar berjalan semata, akan tetapi ketika sudah tiba di pintu masuk Istana, dirinya langsung menghampiri anggota Paspamres yang tengah berjaga di sana dan langsung mencoba untuk menodongkan senjata api pistol berjenis FN miliknya kepada petugas.
Sebagai informasi, terdapat beberapa petugas yang menjaga pada waktu peristiwa tersebut terjadi, yakni dari Anggota Satgatur, Aiptu Hermawan, Briptu Krismanto dan Bripda Yuda. Mereka bertiga sontak dengan sigap mencoba untuk melakukan pengamanan kepada perempuan penodong tersebut dan sekaligus berupaya untuk segera merebut senjata api yang dia kuasai.
Sementara itu, setelah kejadian tersebut viral dan banyak sekali diperbincangkan, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), mencoba untuk terus meningkatkan koordinasinya dengan aparat keamanan untuk bisa menghimpun seluruh data terkait apakah memang perempuan penodong di Istana Negara itu memiliki keterkaitan tertentu dengan jaringan terorisme.
Mengenai hal tersebut, Direktur Pencegahan BNPT, Ahmad Nurwakhid menyampaikan dalam sebuah keterangan tertulis bahwa memang saat ini BNPT sendiri terus melakukan tugasnya dengan koordinasi secara intensif bersama pihak penegakan hukum. Lebih lanjut, hasil penelurusan sementara yang telah dilakukan oleh BNPT adalah bahwa perempuan tersebut memiliki pemahaman radikal.
Bukan hanya sekedar memiliki pemahaman yang radikal, namun perempuan tersebut juga menjadi salah satu pendukung dari ormas radikal yakni Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang padahal saat ini sudah jelas dibubarkan oleh pemerintah karena memiliki dasar ajaran bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.
Kemudian, Direktur Pencegahan BNPT juga menambahkan bahwa ternyata perempuan penodong tersebut beberapa kali mencoba untuk melakukan penyebaran ajaran radikal yang dirinya dan kelompoknya miliki melalui media sosialnya, utamanya adalah terkait dengan propaganda khilafah.
Meski sudah mengetahui beberapa hal dari perempuan tersebut, namun pihak BNPT sendiri bersama dengan jajaran lain seperti Polri dan Badan Intelijen Negara (BIN) terus saja melakukan pendalaman kasus, karena bisa jadi ternyata masih ada kemungkinan aktor lain yang terlibat dari peristiwa itu.
Ahmad Nurwakhid menyampaikan bahwa sangat penting melakukan pendalaman terhadap profil dan juga motif dari pelaku agar seluruh informasi bisa benar-benar secara akurat diperoleh. Pihak BNPT sendiri sejauh ini sebenarnya telah meningkatkan kewaspadaan mengenai bagaimana kerentanan seorang perempuan untuk bisa direkrut dan menjadi salah satu pelaku terorisme.
Pasalnya, perkembangan kelompok radikal dan teroris belakangan ini menunjukkan kalau posisi perempuan sendiri disana saat ini sudah tidak lagi dianggap sebatas aktor pendukung dan simpatisan semata, melainkan memang benar-benar bisa berposisi sebagai pelaku utamanya.
Menurutnya bahwa, pemanfaatan perempuan untuk menjadi seorang aktor utama dalam tindak terorisme adalah sebuah trend baru yang belakangan berjalan, khususnya trend tersebut dilakukan oleh kelompok seperti ISIS. Penggunaan perempuan sebagai aktor utama ketika melakukan tindak terorisme bahkan bisa dilakukan dengan cara sendirian (lone wolf), namun juga bisa dilakukan secara berkomando atau berjaringan.
Di sisi lain, Detasemen Khusus (Densus 88) Antiteror Polri pun turut menyelidiki lebih jauh mengenai siapa sosok perempuan penodong pistol di Istana Negara tersebut. Hasil dari penyelidikan yang telah dilakukan oleh pihak Densus 88 adalah ternyata perempuan itu bukan hanya sekedar berafiliasi dengan HTI semata, melainkan dirinya juga masih berhubungan dengan kelompok teroris Negara Islam Indonesia (NII).
Kabag Banops Densus 88 Antiteror Polri, Kombes Aswin Siregar menjelaskan bahwa telah ditemukan perempuan itu memiliki hubungan secara media sosial dengan beberapa akun yang diindikasi merupakan akun eks HTI serta NII. Setelah terungkap dari adanya koneksi melalui media sosial, kemudian pihak Densus melakukan penyelidikan lebih jauh dan ditemukan bahwa sang suami dan sang guru dari perempuan itu memang merupakan anggota NII.
Dengan segala upaya untuk bisa melacak seluruh profil bahkan juga hingga berusaha membongkar motif utama di balik tindakan pelaku, pemerintah, dibantu dengan beberapa jajaran seperti BIN, Polri hingga BNPT memang sudah sangat optimal dalam upayanya melakukan pemberantasan terorisme. Maka dari itu, masyarakat sebaiknya terus mendukung upaya pemerintah dan juga tetap tenang.
)* Penulis adalah kontributor Nusa Bangsa Institute
(AF/AA)