ayo buat website

Dialog Publik RKUHP Efektif Literasi Masyarakat

Suara Papua - Tuesday, 18 October 2022 - 20:34 WITA
Dialog Publik RKUHP Efektif Literasi Masyarakat
 (Suara Papua)
Penulis
|
Editor

Suarapapuanews, Jakarta– Pengesahan Rancangan Undang-undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menunggu waktu. Pemerintah saat ini masih terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai hal-hal yang dinilai kontroversi.

 

Akademisi Hukum Pidana dari Universitas Jember, Jawa Timur, I Gede Suarda mengatakan, sosialisasi yang telah dilakukan cukup efektif dalam meliterasi publik.

 

“Saya pikir ini efektif dengan dialog publik yang dilakukan. Contoh Dewan Pers yang awalnya sangat pesimis, namun akhirnya mengatakan tidak ada persoalan,” kata Gede Suarda dalam dialog di Radio Republik Indonesia (RRI), Senin (17/10/2022).

 

Menurut Gede Suarda, dialog publik dan sosialisasi yang merupakan instruksi Presiden Joko Widodo ini sangat baik. Tujuan dialog publik agar masyarakat puas dengan RKUHP.

 

“Tahun lalu sudah sosialisasi di 12 kota. Sekarang diadakan lagi dialog publik,” ujar Suarda.

 

Suarda melanjutkan, terdapat 11 isu krusial dalam RUKUHP. Tim perumus kemudian membahas 11 isu krusial kepada masyarakat. Isu pertama adalah cek dokter yang dihilangkan dan advokat itu dihilangkan. Hal ini merupakan cerminan tim perumus mengakomodir semua elemen masyarakat.

 

“Itu memberikan masukan yang didengar pemerintah,” ungkapnya.

 

Suarda mengatakan, terdapat perbedaan antara KUHP saat ini dengan RKUHP. KUHP memiliki paradigma hanya pembalasan dan bagaimana hukum pidana untuk membahas prilaku jahat yang dilakukan seseorang. RKUHP membahas juga, namun paradigma restoristatif dan paradigma rehabilitatis. Itu yang menjadi ciri pembeda RUKUHP.

 

Tenaga Ahli Utama KSP Ade Irfan Pulungan menyatakan, dialog publik RKUHP membahas pasal 14 yang krusial.

 

“Dan itu harus dikomunikasikan. Ada 8 kementerian dan K/L untuk mengkomunikasikan ke daerah. Beberapa pasal yang masih diperdebatan seperti penghinaan kepada kepala Negara. Sudah ada perubahan dan sangat lentur. Jadi kepentingan ini bukan untuk kepentingan rezim hari ini. Itu untuk proses penegakan hukum ke depan,” kata Ade.

 

Ia menjelaskan, pasal penghinaan kepala negara, itu bukan untuk kepala negara sekarang namun kepala negara di masa depan. Pasalnya, kepala negara adalah marwah bangsa.

(CA/AA)

Tinggalkan Komentar

Close Ads X
ayo buat website