Suarapapuanews, Jakarta– Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) merupakan kitab hukum pidana yang sudah terlalu kuno karena nilai-nilai kolonialisme di dalamnya masih sangat kuat. KUHP memuat aturan-aturan yang belum signifikan dan dinilai sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman.
Ketua Garda Milenial, Mohammad Rivaldi Dochmi mengatakan, kaum milenal atau pemuda memiliki keinginan yang kuat agar KUHP direvisi atau diperbaharui untuk menjadi “lebih Indonesia” dan berkesesuaian dengan bangsa, terutama Pancasila.
“Namun, pada 2019 ada revisi-revisi yang belum tepat sasaran sehingga penolakan kaum milenial maupun masyarakat secara umum sangat luas. Oleh karena itu, terjadi penundaan pengesahan RKUHP”, ungkap Rivaldi Dochmi dalam dialog daring bersama Pancasila TV, Senin 17/10/2022.
Lebih lanjut, ada 14 isu krusial yang menjadi perbincangan utama dari Rancangan KUHP (RKUHP).
“Yang cukup panjang diperbincangkan sampai saat ini diantaranya soal hukum adat, pidana mati, penghinaan presiden dan wakil presiden, aborsi, dan perzinahan”, jelas Ketua Garda Milenial.
Kementerian Hukum dan HAM sebagai yang mengajukan RKUHP sudah melakukan upgrade yang lumayan baik sampai saat ini, misalnya cukup signifikan soal penghinaan presiden dan wakil presiden.
Lanjut Rivaldi, termasuk dalam delik biasa yang mana setiap orang tidak perlu ada yang terdampak secara langsung, namun sekarang menjadi delik aduan yang hanya bisa melaporkan adalah korban atau terdampak (presiden maupun wakil presiden) dengan catatan bisa dilaporkan apabila bukan demi kepentingan umum.
“Pasal penghinaan ini bisa menjadi bencana bagi mahasiswa maupun aktivis yang mengkritik presiden maupun wakil presiden. Hal ini sebenarnya sudah cukup tenang karena tidak dapat dilaporkan jika atas dasar kepentingan umum”, tutur Rivaldi.
Untuk itu, ada penjelasan bagaimana penghinaan dan kritik itu berbeda. Ketika hukum jelas dan tidak simpang siur serta tepat sasaran, maka peraturan ini sangat diperlukan.
Menurut Rivaldi, dalam proses yang cukup panjang semenjak 2019 kemudian diperintahkan oleh presiden untuk dianalisis kembali isi-isi pasal bermasalah RKUHP, Kemenkumham melakukan sosialisasi dan publikasi yang cukup masif di masyarakat.
“Ada kegiatan untuk menyerap aspirasi masyarakat terkait RKUHP di 20 kota di seluruh Indonesia. Publikasi juga sudah banyak dilakukan di media-media tentang isi RKUHP, baik dari web Kemenkumham maupun media lainnya”, jelas Rivaldi.
Rivaldi menuturkan, kalau dilihat dari prosesnya, RKUHP sudah disahkan di tahap 1 dan saat ini menjadi Prolegnas prioritas tahun 2022. Besar harapan DPR RI mau untuk mengesahkannya segera.
Namun, sebelum proses sidang paripurna pengesahan RKUHP tetap harus ada sosialisasi yang masif. Masyarakat harus memahami pentingnya RKUHP yang sudah direvisi.
“Pemerintah diharapkan mau mendengarkan aspirasi dari masyarakat maupun mahasiswa terkait persoalan korupsi. Sebelum masuk dalam RKUHP, UU Tindak Pidana Korupsi sudah ada. Kemenkumham dan DPR RI harus berdiskusi kembali dengan masyarakat mengenai persoalan tindak pidana korupsi agar lebih jelas pemberlakuan UU Tipikor dengan RKUHP”, pungkas Rivaldi.
Sebagai kaum milenial dan masyarakat Indonesia, pihaknya sangat berharap RKUHP agar segera disahkan dengan beberapa catatannya dan perlu adanya sosialiasi maupun publikasi kepada masyarakat.
“Jangan sampai kita masih menggunakan RKUHP yang lama. Masyarakat menginginkan kitab hukum pidana yang baru, lebih demokratis, Indonesia, dan Pancasilais, sehingga nilai-nilai kolonialisme bisa hilang tersapu rata”, tutup Rivaldi.
(CA/AA)