Suarapapuanews, Jakarta– Kasus korupsi yang membelit Gubernur Papua Lukas Enembe menggetarkan masyarakat, tak hanya orang Papua, tetapi juga seluruh Indonesia. Kasus tersebut merupakan murni penegakan hukum dan tidak ada kaitannya dengan persoalan politik.
Masyarakat Papua seketika gempar karena gubernur mereka dinyatakan sebagai tersangka oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Mereka harus menerima kenyataan bahwa Lukas Enembe terbukti melakukan korupsi dan gratifikasi hingga 2 triliun rupiah. Lukas terbukti mencuri uang rakyat dan harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di Gedung KPK.
Namun Lukas Enembe sudah absen dua kali dari panggilan KPK dengan alasan sakit stroke. Di tengah kondisi Lukas yang diduga berbohong, muncul isu bahwa kasusnya bukan korupsi, melainkan jegalan dari lawan politik yang ingin menggantikan posisinya. Isu ini bergulir panas, terutama di Papua.
Padahal kasus Lukas Enembe murni korupsi dan gratifikasi, tidak terkait agenda politik atau hasutan dari lawannya. Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, menyatakan bahwa kasus Lukas murni masalah hukum, bukan rekayasa politik. Lukas telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK karena korupsi dan gratifikasi. Tetapi malah dituduh kriminalisasi.
Mahfud melanjutkan, ia diserang oleh penasehat hukum Lukas Enembe, karena dianggap kasus korupsi itu ‘hanya’ 1 miliar rupiah. Padahal dalam rekening Lukas yang dibekukan berisi 71 miliar rupiah, belum termasuk di rekening kasino luar negeri yang berisi lebih dari 500 juta rupiah.
Sudah jelas bahwa kasus Lukas Enembe adalah murni korupsi, karena KPK sudah menyelidikinya sejak tahun 2017, dan ketika terkumpul bukti-bukti dan saksi-saksi, baru ia dinyatakan sebagai tersangka. Salah satu buktinya adalah rekaman ketika Lukas bermain judi dan diduga menggunakan uang hasil korupsi, karena yang dipertaruhkan jauh lebih besar daripada gajinya sebagai gubernur.
Tidak ada hubungan antara jegalan politik dengan kasus Lukas Enembe. Bisa jadi propaganda ini sengaja diembuskan oleh pihak Lukas, agar mendapat simpati dan perlindungan dari masyarakat Papua. Sikap Lukas sangat mengecewakan karena playing victim dan menuduh sembarangan, serta bisa berujung pada fitnah keji.
Bisa jadi isu bahwa kasus Lukas berkaitan dengan politik, karena ada salah satu pejabat yang gencar dan ingin agar ia segera ditangkap KPK. Ia jadi dituduh ingin menggantikan posisi Lukas sebagai Gubernur Papua, padahal tidak seperti itu. Sang pejabat adalah purnawirawan aparat sehingga wajar jika tidak menyukai tingkah Lukas yang korupsi, dan ia ingin keadilan ditegakkan dan Lukas segera dicokok.
Sementara itu, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, menyatakan bahwa kasus Lukas Enembe adalah murni hukum, bukan persoalan politik. Lukas harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di mata hukum. Dalam artian, seharusnya Lukas bertindak gentleman dengan terbang ke Jakarta dan memenuhi panggilan KPK.
Lukas seharusnya taat hukum karena tidak ada orang yang kebal hukum, termasuk seorang gubernur sekalipun. Seharusnya ia mengerti hukum karena merupakan seorang pemimpin tingkat provinsi yang memiliki kecerdasan, tetapi malah mangkir dari panggilan dan tidak menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Jika ia lari dari kejaran KPK, makin kelihatan bahwa ia telah korupsi besar-besaran.
Tidak ada kaitan antara politik dengan kasus Lukas Enembe dan ini hanya trik kotor dari pihaknya, untuk memalingkan opini negatif publik. Lukas masih saja mencari simpati rakyat Papua dengan mengembuskan isu seperti itu. Padahal hanya dibuat-buat dan masyarakat diminta agar jangan mempercayainya, dan jangan cinta buta kepada Lukas, karena ia terbukti mencuri uang rakyat.
Moeldoko melanjutkan, pemerintah telah menggelontorkan anggaran untuk kemajuan Papua (dalam program otonomi khusus-otsus). Jangan sampai kebijakan pemerintah diselewengkan untuk kepentingan pribadi. Dalam artian, ada dugaan bahwa Lukas juga mengkorupsi dana otsus yang nominalnya miliaran rupiah tiap tahun. Tak heran rekeningnya menggelembung sampai puluhan miliar.
Korupsi dana otsus adalah sesuatu yang sangat fatal karena seharusnya uang tersebut digunakan untuk membangun infrastruktur di Papua dan program-program untuk kesejahteraan rakyat di Bumi Cendrawasih. Namun dana otsus diduga dikorupsi, dan membuat masyarakat geram karena merasa dikhianati.
KPK masih mengusut berapa sebenarnya nominal uang yang dikorupsi dan proyek apa saja yang memberi gratifikasi kepada Lukas Enembe. Seharusnya ia mengakui kesalahan-kesalahannya di depan penyidik KPK, bukannya sembunyi di Papua. Jangan bertindak pengecut dengan pura-pura sakit, dan menuduh ada konspirasi politik, padahal kasusnya murni korupsi.
Masyarakat ingin agar kasus korupsi Lukas Enembe segera dituntaskan, dan ia menjalani proses hukum dengan tertib. Seharusnya ia memenuhi panggilan KPK karena sudah 2 kali mangkir, dan terancam kena cokok (sesuai dengan aturan). Kasus Lukas adalah murni korupsi dan gratifikasi, dan jangan ada isu panas yang mengatakan bahwa ini adalah jegalan dari lawan politik.
)* Penulisa adalah mahasiswa Papua tinggal di Yogyakarta
(RM/AA)