Jurnalredaksi, Jakarta– Pemerintah terus memaksimalkan sosialisasi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) kepada masyarakat. Proses sosialisasi tersebut juga dilaksanakan di banyak tempat di Indonesia agar masukan masyarakat dapat lebih komprehensif.
Staf Khusus (Stafsus) Presiden Bidang Hukum Dini Shanti Purwono menyelenggarakan Dialog Publik Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana pada 27 September 2022 lalu. Kegiatan yang diselenggarakan secara hybrid tersebut dipusatkan di Bali Dynasty Resort, Bali.
Dini menuturkan bahwa RKUHP membawa semangat pembaharuan sehingga aturan-aturan KUHP bisa menjadi aturan yang lebih komprehensif dan memberikan kepastian hukum yang lebih baik.Di antara semua yang ada, RKUHP merupakan aturan yang cukup mendasar dan menjadi landasan penting dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Karena ia menjadi pedoman perilaku yang memberikan sanksi sekaligus perlindungan atas hal-hal apa yang baik atau yang boleh dilakukan dan juga hal-hal apa yang buruk dan tidak boleh dilakukan.
Ia meyakini, semangat pembaruan dan upaya pemerintah untuk menjadikan KUHP menjadi aturan yang lebih baik tidak akan tercapai tanpa dukungan serta partisipasi dari masyarakat.
Dini berujar, RKUHP adalah produk untuk bersama, untuk seluruh rakyat Indonesia bisa berpartisipasi memberikan masukan, aspirasinya dan memiliki pemahaman yang benar atas maksud dan tujuan substansi dari revisi RKUHP.
Dini berharap, melalui sosialisasi dan dialog publik ini dapat menyerap masukan atau usulan masyarakat serta tidak ada lagi disinformasi di tengah masyarakat. Ia juga menyampaikan bahwa draf RKUHP versi tanggal 4 Juli 2022 sudah dapat diakses oleh masyarakat secara daring melalui website pemerintah.
Kegiatan dialog publik sosialisasi RKUHP ini bertujuan untuk memberikan sosialisasi mengenai pembaruan hukum pidana dalam RKUHP kepada masyarakat, melaksanakan dialog publik mengenai 14 pasal krusial RKUHP, serta masyarakat sebagai bagian dari partisipasi bermakna (meaningful participation) idalam penyelesaian pembahasan RKUHP.
Dalam acara tersebut, hadir sebagai pembicara dalam dialog publik kali ini terdapat tiga orang tim Ahli Sosialisasi RKUHP, yaitu Guru Besar Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada (UGM) Marcus Priyo Gunarto, selaku staf ahli Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Ambeg Paramatha, serta Asisten Staf Bidang Hukum Albert Ariest.
Dalam acara tersebut, turut hadir secara daring dan luring antara lain perwakilan dari Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam), Kemenkumhham, Kominfo, Kemenag, Kejaksaan agung, Kepolisian Negara RI, Badan Intelijen Negara, Kantor Staf Presiden dan Staf Khusus Presiden.
Acara yang digelar serentak di 11 kota yaitu Medan, Palembang, Bandung, Surabaya, Samarinda, Makassar, Pontianak, Manado, Denpasar, Manokwari dan Ternate ini dihadiri peserta dari kalangan pemerintah daerah, aparat penegak hukum, akademisi, organisasi kemasyarakatan dan mahasiswa, organisasi profesi hukum, majelis agama, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat, serta koalisi masyarakat sipil.
Sebelumnya, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) telah memberikan perintah kepada jajarannya untuk memasifkan diskusi dengan masyarakat terkait dengan RKUHP. Diskusi Ini diharapkan dapat memberikan pemahaman sekaligus menjaring masukan dari masyarakat.
Mahfud MD selaku Menko Polhukam menuturkan, Presiden Jokowi memerintahkan kepada jajaranya untuk sekali lagi memastikan bahwa masyarakat sudah paham terhadap masalah-masalah yang masih diperdebatkan itu. Sehingga Presiden Jokowi meminta untuk mendiskusikan kembali secara masif dengan masyarakat untuk memberi pengertian dan justru minta pendapat dan asal-usul dari masyarakat.
Mahfud menyampaikan, pembahasan RUU yang mencakup lebih dari 700 pasal ini sudah memasuki tahap akhir dengan 14 permasalahan yang masih harus didiskusikan. Terkait hal tersebut, Mahfud menyampaikan bahwa pihaknya akan tetap proaktif melakukan diskusi terbuka dengan masyarakat melalui dua jalur, yakni pembahasan di DPR dan diskusi secara langsung dengan masyarakat.
Dirinya juga berujar, bahwa terhadap 14 masalah yang sekarang sedang menjadi diskusi, itu akan dilakukan diskusi-diskusi secara lebih terbuka dan proaktif melalui dua jalur. Pertama, akan terus dibahas di DPR untuk menyelesaikan 14 masalah tersebut. Kemudian jalur yang kedua, terus melalukan sosialisasi serta diskusi ke simpul-simpul masyarakat yang terkait dengan masalah-masalah yang masih didiskusikan.
Sosialisasi memang diperlukan agar masyarakat bisa memandang RKUHP secara komprehensif, Apalagi RKUHP tidak membatasi kebebasan berpendapat dan tidak pula membatasi kebebasan pers. RKUHP juga telah disesuaikan dengan putusan Mahkamah Konstitusi tentang penghinaan presiden, penghinaan terhadap pemerintah dan penghinaan terhadap pejabat.
Dalam hal ini, penghinaan terhadap presiden sudah menjadi delik aduan atau tidak lagi menjadi tindak pidana murni. Jika dahulu penghinaan terhadap pemerintah berbentuk delik formal, dalam RKUHP diubah menjadi delik material. Untuk penghinaan terhadap pejabat yang sebelumnya delik biasa diubah menjadi delik aduan.
Terdapat beberapa penyesuaian dalam RKUHP yang telah disusun selama puluhan tahun tersebut, tentu saja sosialisasi kepada masyarakat amat diperlukan supaya masyarakat memiliki pemahaman terhadap RUKUHP secara komprehensif.
)* Penulis adalah kontributor Persada Institute
(AD/AA)