Suarapapuanews, Jakarta– Konflik geopolitik serta badai inflasi yang menyerang berbagai negara di dunia memang berdampak pada perekonomian di Indonesia. Risiko perekonomian saat ini bergeser dari pandemi ke gejolak ekonomi global.
Inflasi global mengalami lonjakan akibat dari supply disruption karena pandemi dan perang Rusia-Ukraina, yang disertai dengan adanya pengetatan kebijakan moneter di negara-negara maju. Namun, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada Q2 tercatat tetap impresif dan kinerja eksternal Indonesia tetap kuat.
Suahasil Nazara selaku Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) pada kesempatan Seminar Nasional Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) pada 24 Agustus 2022 lalu di Semarang, menuturkan bahwa proyeksi pertumbuhan ekonomi global dikoreksi cukup dalam (revisi ke bawah secara signifikan dan broad-based), termasuk di negara-negara besar seperti AS, Tiongkok dan Eropa. Proyeksi inflasi direvisi ke atas akibat kenaikan harga energi dan pangan serta supply-demand mismatch yang persisten.
Namun, kinerja perekonomian domestik Indonesia menguat, walaupun tetap memerlukan langkah antisipasi dan mitigasi. Pertumbuhan ekonomi terus menguat meskipun dengan inflasi dalam tren meningkat, namun inflasi ini tetap terkendali.
Suahasil menerangkan, bersyukurlah Indonesia mengingat pertumbuhan ekonomi tahun ini sudah berkali-kali disebut yaitu 5,4% (Q2). Trennya naik. Inflasi ya naik juga, tetapi kenaikan inflasi masih terkontrol di bawah 5%.
Secara khusus, Suahasil menggarisbawahi mengenai gejolak yang terjadi pada volatilitas harga komoditas global. Gejolak harga yang naik dan turun secara volatile ini mempersulit perencanaan yang dilakukan oleh dunia usaha dan juga Pemerintah.
Di tengah-tengah gejolak volatilitas harga komoditas global tersebut, kinerja sektor eksternal Indonesia masih cukup kuat. Kinerja ekspor dan impor masih tumbuh positif di tengah tekanan ekonomi global.
Pada Juli 2022, ekspor Indonesia telah mencapai USD 25,57 miliar dan impor mencapai USD 21,35 miliar. Secara month to month ekspor terkontraksi 2,2% sedangkan impor tumbuh 1,6%. Secara tahunan dan kumulatif, ekspor dan impor menunjukkan arah positif. Ekspor tumbuh tinggi masing-masing 32,03% (yoy) dan 36,36 (ytd), sedangkan impor masing-masing tumbuh 39,86% (yoy) dan 29,38% (ytd). Neraca perdagangan Juli 2022 tercatat surplus USD 4,23 miliar, meskipun turun namun masih melanjutkan tren surplus selama 27 bulan berturut-turut.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menilai bahwa situasi perekonomian tanah air masih kondusif di tengah kondisi dunia yang penuh gejolak.
Jokowi menuturkan, neraca perdagangan Indonesia masih positif. Per Maret 2022 tercatat surplus sebesar 4.5 miliar US Dollar.
Sementara itu Lembaga pemeringkat kredit Standard and Poor’s (S&P) meningkatkan outlook Indonesia dari sebelumnya negative menjadi stable dan mempertahankan peringkat atau rating kredit Indonesia pada level BBB.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan Luky Alfirman menilai peningkatan outlook Indonesia ini merupakan pengakuan atas arah perbaikan ekonomi makro yang kuat, khususnya laju pemulihan ekonomi yang relatif cepat, posisi eksternal yang kuat dan penguatan signifikan pada sisi fiskal.
S&P memperkirakan defisit akan jauh menyempit dalam dua hingga tiga tahun ke depan dan kembali di bawah 3 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Selain itu, posisi eksternal Indonesia menguat signifikan di tahun 2021, mencatatkan di tahun 2021, mencatatkan surplus 0,3 persen PDB. Perbaikan transaksi perdagangan terus berlanjut dan mencatatkan pertumbuhan yang kuat di awal tahun 2022.
S&P meyakini bahwa UU Cipta Kerja akan mampu mendorong perbaikan signifikan pada iklim usaha dan investasi melalui perbaikan mendasar pada sistem regulasi dan efisiensi birokrasi sehingga akan mempu mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi potensial dalam jangka penengah-panjang.
Selain itu, dari sisi stabilitas politik, S&P menilai Indonesia dalam kondisi stabil dan kondusif yang telah teruji dalam keputusan politik penanganan pandemi Covid-19 serta reformasi fiskal.
Berbagai bauran kebijakan serta sinergi antarlembaga dan seluruh elemen masyarakat akan terus diarahkan untuk memperkuat akselerasi pemulihan ekonomi dan perbaikan fondasi ekonomi nasional.
Saat ini Indonesia berada di fundamental ekonomi yang kokoh. Kegiatan retail dan pariwisata sudah menuju posisi normal seperti sebelum pandemi Covid-19. Tercatat, hingga semester pertama 2022, surplus perdagangan Indonesia mencapai 25 miliar dolar AS. Angka itu meningkat 110 persen dibandingkan periode yang sama pada 2011.
Indonesia harus tetap optimis dan tangguh dalam bertahan di tengah tantangan global dan menghimbau kepada para pengusaha. Tujuannya agar tetap optimis untuk terus lakukan ekspansi dan berusaha dalam mempertahankan perkembangan ekonomi Indonesia yang telah beranjak baik.
Para pengusaha serta pegiat UMKM harus tetap optimis, bahwa perekonomian di Indonesia akan tetap menguat meskipun inflasi global dan konflik geopolitik menjadi sebab ancaman perekonomian di berbagai negara. Di sisi lain pemerintah juga perlu membantu para pegiat UMKM agar dapat mengembangkan usahanya.
)* Penulis adalah kontributor Ruang Baca Nusantara
(PG/AA)