Suarapapuanews, Jakarta– Penyesuaian harga (Bahan Bakar Minyak) BBM menjadi hal yang banyak dibahas oleh berbagai kalangan, segala pro kontra juga muncul dari banyak pihak. Langkah ini merupakan sesuatu yang harus ditempuh, apalagi harga minyak dunia juga mengalami kenaikan, sehingga upaya penyesuaian harga BBM merupakan keputusan yang tepat.
Tercatat pada 3 September 2022, Presiden RI Joko Widodo memutuskan untuk melakukan penyesuaian harga BBM lantaran naiknya harga minyak dunia yang mengakibatkan bengkaknya subsidi BBM.
Jokowi mengaku bahwa dirinya ingin agar BBM di dalam negeri tetap terjangkau dengan memberikan subsidi. Namun, keinginan tersebut tidak bisa diwujudkan, karena anggaran subsidi serta kompensasi BBM tahun 2022 telah meningkat dari Rp 152,5 triliun menjadi Rp 502,4 triliun.
Tentu saja pemerintah telah melakukan berbagai kalkulasi secara saksama, termasuk juga menghitung risiko serta dampak yang mungkin terjadi pada masyarakat.
Penyesuaian harga BBM disebabkan karena harga minyak mentah yang sering kali bersifat fluktuatif, tetapi di Indonesia, saat ini harganya masih cenderung tinggi. Hal ini berdasarkan pada catatan pertamina yang menunjukkan bahwa harga rata-rata ICP per Juli 2022 berada di kisaran 106,73 dolar per barel atau lebih tinggi 24 persen daripada bulan Januari 2022.
Di sisi lain, hampir lebih dari 50% pasokan minyak dunia berada di Timur Tengah dan berpusat di 5 negara, yaitu Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Irak, Kuwait dan Qatar.
Sebagaimana diketahui, negara-negara tersebut cenderung memiliki tensi geopolitik yang tinggi sehingga membuat pasar khawatir bahwa suplai minyak akan berkurang. Alhasil, harga minyak secara global cenderung meningkat.
Selain dipengaruhi oleh faktor eksternal, penyesuaian harga BBM juga disebabkan oleh faktor internal. Di mana pemerintah harus membayarkan hingga Rp 502 triliun untuk memberikan subsidi BBM dan kompensasi energi bagi masyarakat.
Sementara itu Hasto Kristiyanto selaku Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) meyakini bahwa rencana pemerintah berkaitan dengan penyesuaian harga BBM merupakan keputusan yang terbaik. Dirinya mengaku bahwa PDIP juga telah berusaha untuk memberikan berbagai masukan untuk menjadi pertimbangan Jokowi.
Hasto mengungkapkan langkah penting yang dilakukan pemerintah adalah dengan menyiapkan jaring pengaman sosial untuk mengatasi dampak tersebut. Hal ini bertujuan agar di tengah tekanan inflasi itu dampak terhadap kemiskinan, pengangguran bisa ditekan dengan berbagai stimulus yang dilakukan.
Lebih jauh, PDIP juga memahami bahwa keputusan Pemerintah merupakan imbas dari beban yang ditanggung pemerintah akibat subsidi BBM. Ia juga menegaskan, siapa yang menyangka akan terjadi perang antara Rusia-Ukraina. Di mana hal tersebut juga berpengaruh terhadap harga BBM di hampir seluruh negara di dunia.
Sementara itu, Staf Khusus (Stafsus) Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustius Prastowo menyatakan, anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) tahun ini sebetulnya cukup untuk membiayai subsidi BBM dan kompensasi energi hingga Desember 2022.
Namun, Prastowo menuturkan bahwa hal tersebut disertai dengan syarat dan ketentuan. Salah satunya adalah jika harga minyak mentah dunia yang pergerakannya sangat bergejolak bisa bertahan di rentang yang tidak terlalu jauh dari 100 US Dolar per barel. Sebab, angka itu sudah menjadi harga patokan minyak mentah Indonesia atau ICP dalam APBN 2022.
Dengan demikian, ketika harga minyak sudah tembus di level atas 100 US Dolar per barel sebagaimana tercantum dalam APBN 2022 yang sudah dilakukan perubahan, maka kemampuan APBN untuk membayar subsidi dan kompensasi energi akan menjadi terganggu.
Prastowo menuturkan, patokan tetap 100 US Dolar itu merupakan dasar untuk menghitung subsidinya. Kalau subsidi sudah terlalu tinggi, tentu saja akan dihitung ulang karena subsidi pasti akan membengkak, hal itulah yang menjadi dasar penghitungannya.
Selain soal harga, Prastowo juga mengatakan soal kuota yang menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan pemerintah dalam memenuhi anggaran subsidi. Apalagi kuota tersebut tidak bisa mengimbangi tingkat konsumsi masyarakat seusai Pandemi Covid-19.
Pada kesempatan sebelumnya, Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati juga mengingatkan bahwa subsidi dan kompensasi bahan bakar minyak dapat mencapai lebih dari Rp 698 triliun sampai akhir 2022.
Jumlah tersebut melampaui kuota yang ditetapkan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara 2022 perubahannya senilai Rp 502,4 triliun. Ini disebabkan tren kenaikan harga minyak dunia, pelemahan kurs rupiah dan konsumsi pertalite dan solar.
Tingkat konsumsi BBM saat ini juga sudah melebihi asumsi sehingga anggaran subsidi BBM terkuras. Sri Mulyani menjelaskan bahwa ketika pemerintah menganggarkan subsidi BBM Rp 502 triliun, terdapat penetapan volume BBM yang akan mendapatkan subsidi.
Selain melakukan penyesuaian harga, Sri Mulyani juga menuturkan perihal bantuan pengalihan subsidi BBM yang baru saja ditetapkan sebesar Rp 24,7 triliun, kebijakan tersebut bertujuan untuk mengurangi tekanan terhadap masyarakat di tengah kenaikan harga barang dan juga mengurangi kemiskinan.
Sri Mulyani juga menyebutkan bahwa Presiden Jokowi telah memberikan perintah untuk memberikan bantuan sosial sebesar Rp 24,17 triliun dari pengalihan subsidi BBM itu sudah dapat disalurkan pekan ini ke masyarakat.
Persiapan terkait jaring pengaman sosial menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah terkait penyesuaian harga BBM merupakan sesuatu yang tepat, sehingga diharapkan masyarakat dapat terbantu dan tidak berat dengan adanya penyesuaian harga BBM.
)* Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute
(RM/AA)