Suarapapuanews, Jakarta– Sejauh ini APBN yang dikelola negara terus terbebani hingga sebesar Rp 502 triliun hanya untuk memberikan subsidi BBM, yang mana ternyata masih kurang tepat sasaran lantaran 70 persen dinikmati masyarakat mampu.
Kepala Kebijakan Fiskal Kemenkeu RI, Febrio Nathan Kacaribu menjelaskan bahwa sempat terjadi prediksi yang kurang akurat terkait harga minyak. Sebelumnya harga minyak mentah diproyeksikan adalah 63 US Dollar per barrel, namun ternyata terus melesat hingga 100 US Dollar per barrel.
“Walaupun harga komoditas sudah tinggi sejak bulan Mei, Kemenkeu mengasumsikan menjadi 100 perbarrelnya untuk harga minyak mentahnya sementara di asumsi awalnya itu adalah 63, hal ini membuat alokasi untuk subsidi dan kompensasi dari energi ini kemudian membesar lebih dari 3 kali lipat, dari 152 menjadi 502 triliun,” terangnya.
Di sisi lain, dengan meroketnya harga minyak mentah dunia, ternyata diimbangi pula dengan terus meningkatkan konsumsi BBM masyarakat Indonesia. Hal tersebut kemudian membuat semakin terbebaninya dana APBN.
“Lalu dengan perkembangan terakhir harga komoditas masih terus meningkat dan juga volume yang dikonsumsi masyarakat juga semakin meningkat, karena memang perekonomian juga bertumbuh dengan sangat kuat. Ini yang kemudian menjadi pertimbangan bagi Kemenkeu karena besarnya kemungkinan kenaikan dari subisdi dan kompensasi energi ini menjadi terlalu besar,” jelas Febrio.
Kemudian di sisi lain, justru dengan besaran pengeluaran anggaran negara yang telah dilakukan, nyatanya penyaluran subsidi BBM di lapangan masih kurang tepat sasaran.
“Setelah dilakukan evaluasi, subsidi ini tidak menjadi tepat sasaran karena lebih dari 70% yang menikmati subsidi dan kompensasi energi ini ternyata adalah mereka yang berada dikelompok mampu yang adalah memiliki kendaraan dan sebenarnya bukan sasaran dari subsidi ini,” kata Kepala Kebijakan Fiskal Kemenkeu itu.
Maka dari itu pada akhirnya pemerintah mengambil kebijakan penyesuaian harga BBM dengan tujuan mengalihkan penggunaan APBN yang sangat besar.
Febrio kembali menambahkan bahwa salah satu tujuan utama dari realokasi anggaran yang dilakukan adalah menegakkan asas keadilan bagi masyarakat.
“Dengan demikian seperti dengan arahan pak presiden kemudian Kemenkeu merealokasi/mengalihkan sebagian dari subsidi dan kompensasi tersebut yang sudah jelas tidak tepat sasaran dan kita ingin lebih berkeadilan makanya mengambil keputusan untuk kemudian mengalihkan dan saat ini kita mengalihkan 24.17 triliun besarnya dan itu untuk tiga program besar,” ucapnya.
Namun bukan hanya sekedar dialihfungsikan saja, akan tetapi pemerintah juga akan memberikan subsidi kepada masyarakat yang benar-benar membutuhkan sehingga semakin membuat kebijakan ini akan menjadi jauh lebih tepat sasaran.
“Pemerintah merealokasikan subsidi tersebut dengan pemberian serta bantuan subsidi upah untuk tenaga kerja yang penghasilannya dibawah Rp 3.500.000,-. Hal ini terutama adalah untuk memastikan bahwa subsidi dan kompensasi energi ini semakin kita buat sesuai dengan sasarannya yaitu yang berhak yang memang kurang mampu,” pungkasnya.
Sementara itu, Executive Director Energy Watch Mamit Setiawan mengungkapkan bahwa penghematan APBN terbaik yang bisa dilakukan pemerintah adalah dialihkan demi hal-hal produktif saja.
“Dalam rangka melakukan penghematan, menurut saya subsidi BBM dapat dialihkan untuk kegiatan-kegiatan yang lebih produktif,” ujar Mamit
Lebih lanjut, dirinya mengungkapkan bahwa APBN tersebut akan jauh lebih bermanfaat apabila dapat dialokasikan dengan benar, yakni pada pembangunan sektor pendidikan, kesehatan hingga infrastruktur lain yang mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat.
“Kegiatan itu seperti beasiswa sekolah, bantuan kepada nelayan dan petani, pembangunan rumah sakit, sekolah, dan infrastruktur lain” tambahnya.
(CA/AA)