Suarapapuanews, Jakarta– Penyesuaian harga mengenai bahan bakar minyak (BBM) memang harus dilakukan demi bisa mengurangi beban subsidi yang selama ini ditanggung oleh negara, agar APBN mampu digunakan dengan jauh lebih efektif dan efisien.
Salah satu cara untuk bisa meraih suksesnya percepatan pemulihan perekonomian Indonesia adalah dengan lebih mengefisiensikan pengelolaan keuangan negara. Maka dari itu pemberian subsidi harus bisa jauh lebih tepat sasaran sehingga beban negara bisa dikurangi dan pendanaan bisa dialokasikan untuk hal lain. Belakangan yang sedang banyak dibahas adalah mengenai kebijakan pengaturan subsidi BBM.
Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan Pemerintah masih terus menyusun skema penyesuaian harga untuk mengurangi beban subsidi dan kompensasi BBM di APBN. Kenaikan harga minyak dunia mendorong kesenjangan harga perkonomian, mendorong kenaikan harga jual BBM jenis Partalite dan Solar, berdampak pada peningkatan subsidi dan kompensasi energi. APBN saat ini mencakup subsidi dan kompensasi energi hingga Rp 502 triliun. Tanpa penyesuaian kebijakan, angka itu bisa melebihi Rp 550 triliun pada akhir tahun.
Pemerintah juga akan terus mendorong supaya bisa mendapatkan data yang akurat dengan penerapan aplikasi MyPertamina sebelum pembatasan tersebut diterapkan. Subsidi energi dan perubahan kebijakan nantinya harus mempertimbangkan beberapa faktor seperti inflasi, kondisi fiskal dan pemulihan ekonomi. Hal ini penting untuk menjaga stabilitas nasional di tengah ketidakpastian global.
Subsidi energi dan anggaran nantinya dapat dialihkan ke sektor lain yang kurang beruntung, termasuk juga masyarakat tidak mampu akan mendapatkan kompensasi. Dalam upaya mengurangi subsidi dan kompensasi energi, Luhut menjelaskan bahwa pemerintah juga akan melakukan langkah-langkah lain seperti percepatan B40 dan adopsi kendaraan listrik.
Peneliti Ekonomi Core, Yusuf Rendi Manilet mengatakan bahwa dalam simulasi yang dilakukan oleh Pemerintah tersebut, APBN masih dapat menopang kompensasi setidaknya jika hal itu tidak melebihi proyeksi belanja subsidi dan kompensasi BBM pemerintah yang diperkirakan mencapai Rp 500 triliun sampai dengan akhir tahun nanti.
Sejauh ini memang pemerintah tengah terus mempersiapkan rencana penyesuaian mekanisme BBM subsidi dari yang berbasis komoditas menjadi berbasis penerima perorangan. Strategi tersebut dilakukan demi bisa mengurangi beban subsidi di sisi energi yang begitu tinggi dan adanya gejolak harga minyak dunia.
Menteri ESDM, Arifin Tasrif menginformasikan, saat ini pemerintah tengah melakukan berbagai upaya agar bisa mengurangi beban dari subsidi di sisi energi. Kebijakan terbaru itu nantinya akan berkutat pada perbaikan data negatif list konsumen yang memiliki kemampuan beli bahan bakar mineral bukan subsidi. Pemerintah sedang melakukan kajian untuk menyiapkan skema penyaluran BBM bersubsidi secara tepat sasaran.
Untuk itu, perlu dilakukan pendataan hingga pemanfaatan data-data konsumsi terkait secara valid. Dengan begitu, pemerintah bisa mencegah kebocoran penggunaan BBM bersubsidi, sekaligus bisa menjamin bahwa produk subsidi ini bisa diterima oleh yang berhak menerimanya. Diharapkan upaya yang dilakukan berupa kajian dan implementasi secara digital dapat diselesaikan dalam waktu relatif cepat.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menginformasikan, sejauh ini status ketentuan penyesuaian BBM bersubsidi tersebut memasuki tahapan review. Berkaitan dengan kebutuhan akibat kenaikan harga BBM dari segi volume, maupun dari segi kebijakan selanjutnya. Dengan kajian yang dilakukan oleh pemerintah tersebut tentu akan sangat memperhitungkan pula bagaimana potensi kenaikan inflasi di Indonesia dan juga kira-kira bagaimana efeknya terhadap PDB ke depan.
Kebutuhan lain juga akan terus dikalkulasi dan mengalami penyesuaian supaya bisa benar-benar terwujud karena ke depannya, pemerintah akan melakukan beberapa program kompensasi pula. Seperti pada perlindungan sosial seperti tatkala Indonesia dilanda pandemi Covid-19. Alasan lain dari mengapa harus ada penyesuaian terkait BBM subsidi ini adalah ternyata harga yang dijual oleh Pertamina sendiri saat ini masih memiliki selisih yang besar dari BBM tingkat global.
Menteri Investasi, Bahlil menjelaskan bahwa seharusnya harga Pertamax global itu setara dengan Rp 12 ribu, namun di Indonesia harganya sudah sekitar Rp 17 ribu sehingga ada selisih sekitar 5 ribu. Rentang harga tersebut, saat ini menjadi beban subsidi dan kompensasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Pemerintah (APBN). Namun di sisi lain, dia memahami kebijakan pemerintah berbeda dengan negara lain yang tidak mengatur penjualan harga BBM-nya.
Dengan segenap permasalahan tersebut, utamanya adalah supaya bisa kembali mengatur dan mengurangi beban negara dalam pemberian subsidi BBM, maka memang sudah sepatutnya pemerintah melakukan penyesuaian ulang harganya supaya ke depan, APBN bisa digunakan dengan lebih efektif dan efisien.
)* Penulis adalah kontributor Pertiwi institute
(CR/AA)