Suarapapuanews, Jakarta– Sejauh ini Indonesia ternyata masih mengunakan produk hukum yang disusun oleh kolonial Belanda sejak sebelum merdeka. Oleh sebab itu, pengesahan RKHUP menjadi penting mengingat KUHP yang ada saat ini sudah tidak relevan untuk dilaksanakan.
Indonesia merupakan sebuah negara hukum, yang mana segala aspek kehidupan dalam bidang kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan termasuk pemerintah harus berdasarkan hukum, maka pembuatan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) merupakan sesuatu yang memiliki urgensitasnya tersendiri untuk segera disahkan di Indonesia sebagai sebuah seperangkat peraturan untuk menggantikan KUHP lama.
Mengenai hal tersebut, Prof. Marcus Priyo Gunarto selaku Guru Besar Hukum Pidana Universitas Gajah Mada (UGM) menyatakan bahwa posisi yang dimiliki oleh RKUHP untuk segera bisa memperbarui KUHP lama adalah karena memang KUHP memiliki usia yang sudah cukup lama, yakni dibuat pada tahun 1881 di Belanda dan kemudian dibawa ke Indonesia pada tahun 1915 silam, lalu ditetapkan sebagai KUHP secara resmi di Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946.
Selain itu, beliau menambahkan bahwa pemberlakuan KUHP lama yang merupakan buatan koloni Belanda ternyata bahkan sampai detik ini sama sekali tidak memiliki terjemahan asli atau resmi. Bahkan Prof Marcus juga menerangkan bahwa selama ini terjemahan KUHP yang diubah menjadi Bahasa Indonesia merupakan terjemahan yang tidaklah resmi.
Masih membahas mengenai polemik penerjemahan, Guru Besar UGM tersebut juga mengaku kalau memang sudah ada beberapa versi terjemahan ke Bahasa Indonesia, namun ternyata jika disandingkan satu sama lain, ternyata memiliki penggunaan istilah-istilah tertentu yang tidak sama persis.
Lebih jauh, mengulik mengapa RKUHP ini benar-benar merupakan sebuah hal yang penting untuk segera disahkan dan menggantikan KUHP lama adalah lantaran ternyata terkait dengan sistem pemidanaan ternyata sudah sangat ketinggalan jaman. Tidak bisa dipungkiri lantaran memang sudah dibuat bahkan sekitar lebih dari 2 abad yang lalu, maka saat ini tentunya mengenai ajaran melawan hukum sudah mengalami perkembangan, termasuk juga soal pertanggungjawaban yang pastinya sudah mengalami proses dinamika.
Secara tegas, Profesor yang ahli dalam bidang prosedur dan hukum kriminal ini kembali menyampaikan bahwa memang urgensi untuk segera mengesahkan RKUP sangatlah tinggi. Apabila RKUHP tidak dengan segera disahkan untuk mengganti KUHP lama, maka secara otomatis keberlakuan hukum di Indonesia sama sekali tidak akan mengenal prinsip keadilan restoratif (restorative justice), yang mana bisa menjadi sebuah alternatif penyelesaian perkara tindak pidana dalam mekanisme atau tata cara peradilan pidananya, fokus pidana diubah menjadi proses dialog dan mediasi.
Pasalnya tidak bisa dipungkiri bahwa sejauh ini masyarakat sangat menyambut dengan baik adanya penerapan restorative justice di Indonesia. Sedangkan perlu diketahui bahwa penerapan alternatif penyelesaian perkara tindak pidana tersebut sama sekali tidak dikenal dalam KUHP yang lama.
Terlebih, Prof Marcus kembali menjelaskan bahwa hukum itu sendiri sejatinya merupakan sebuah resultante atau sesuatu yang dihasilkan/ diakibatkan dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Sehingga jika ditelisik lagi ke belakang, mengenai pembuatan KUHP lama produk Belanda, sudah jelas sekali terlihat bahwa masyarakat yang melatarbelakangi keberlakuan aturan lama dari Belanda itu sangatlah berbeda dengan masyarakat yang ada di Indonesia.
Sebagai contoh, masyarakat Belanda pada umumnya digambarkan sebagai masyarakat yang liberalis dan individualis, sedangkan masyarakat Indonesia sendiri merupakan masyarakat yang monodualis, yakni jika diartikan secara harfiah adalah makhluk sosial namun sekaligus makhluk individu. Dalam konteks kenegaraan adalah berarti sebuah masyarakat yang memberikan keseimbangan antara kepentingan pribadi dan kepentingan umum.
Sebenarnya dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 sendiri memiliki batasn, yakni hukum yang berlaku di Tanah Air masih bisa digunakan, namun sepanjang tidak bertentangan dengan keadaan Indonesia yang merdeka dan berdaulat. Sementara mungkin memang kondisi tersebut sedikit-banyak akan relevan ketika pada masa tersebut, yang mana masih dalam masa peralihan setelah penjajahan Belanda. Sedangkan saat ini, keberlakuan KUHP lama memang sudah sangat tidak relevan lagi.
Prof. Marcus menerangkan bahwa penggagasan untuk segera mengganti KUHP lama dengan RKUHP bahkan sudah dibicarakan sejak adanya Simposium Hukum Pidana di Semarang pada tahun 1963, sedangkan untuk draft pertama mengenai upaya pembuatan RKUHP sebagai produk hukum asli Indonesia sendiri sudah dilakukan sejak tahun 1964.
Banyak sekali hal yang harus diperhatikan dalam pengesahan RKUHP karena memang sudah sangat kompleks hal-hal telah terjadi hingga perlu dipertimbangkan pula. Karena tim penyusun mengharapkan supaya RKUHP mampu menjadi sebuah konstitusi hukum pidana yang baru menggantikan KUHP lama, maka dalam proses melakukan rekodifikasi tersebut juga harus memperhatikan kiranya poin-poin apa dari KUHP lama yang mungkin bisa berlaku dan dianggap masih relevan.
Di sisi lain, sudah banyak pula upaya meratifikasi atau mengadopsi konvensi-konvensi Internasional yang memuat hukum pidana juga harus diperhatikan, selain itu ada pula perkembangan hukum pidana di luar KUHP sejak Indonesia merdeka sampai saat ini memang sudah banyak sekali perkembangan yang terjadi. Seluruh hal tersebut terus dikodifikasi agar nanti pelaksanaan RKUHP memiliki keserempakan asas.
Lantaran banyak hal tersebut, utamanya adalah mengenai relevansi dan perkembangan jaman yang telah terjadi, maka sudah tidak ada alasan lagi yang bisa menolak bagaimana pentingnya segera melakukan pengesahan pada RKUHP untuk mengganti produk hukum peninggalan koloni Belanda.
)* Penulis adalah kontributor Nusa Bangsa Institute
(TR/AA)