Suarapapuanews, Jakarta– Semenjak Ciliwung tercipta, setahu saya baru 1 novel terbit bertema Ciliwung;, judul Brandal-brandal Tjiliwung, tahun 1950-an oleh Achmad MS anak Kwitang. Juga
cuma ada satu lagu Indonesia yang dicipta bertema Ciliwung oleh penyanyi Said Effendi pada tahun 1950, judulnya Kali Ciliwung. Sebagian lyricnya:
Kali Ciliwung
Kali yang pantas disanjung
Terletak di-tengah2 kota
Ibu negri Indonesia
Air mengalir
Deras menuju ke hilir
Membawa semua kenang2an
Kebahagian nan silam
Saya mendusin ada lagu bagus ini justru dari tokoh politik senior Malaysia sekarang Dato Anuar Ibrahim, waktu saya bertemu dengannya untuk kedua kali di Jakarta pada tahun 1969. Ia mengatakan lagu daripada Indonesia yang ia suka Kali Ciliwung. Segera saya mencari lagu ini.
Masa kecil saya adalah Ciliwung. Aku bermandi-manda di kali ini yang nengalir ke Kota.
Di sepanjang kali yang melintasi Hayam Wuruk sampai Mangga Besar ramai sekali dengan ibu2 yang mencuci, anak2 tanggung yang be-renang2, dan ada juga yang memandikan kuda. Semua dengan kedamaian. Senua mencintai alam dan tak ada yang mengotorinya dengan membuang hajat. “Hajat” tak boleh dibuang sembarangan.
Kali salah satu sumber kehidupan manusia, kalau menyebutnya saja dengan partikel Chi, sejatinya Che. Che Liwung. Saya tidak tahu arti Liwung.
Anak2 yang mahir berenang masuk kali meloncat dari jembatan Gg Ketapang atau Mangga Besar. Tentu saja mereka menunggu kesempatan tak ada rakit, atau géték, yang melintas.
Ciliwung sering dilintas rakit yang membawa bambu. Tiba di tujuan rakit dibongkar dan dijual berikut bambu. Rakitnya juga bambu ‘kan.
Dalam reffrein Effendi mengenang:
Sungguh besar jasamu
Kenangan masa lalu
Ya, masa lalu tak kunjung berlalu.
(RS/AA)