ayo buat website

Jaringan Ulama Revolusi

Suara Papua - Saturday, 13 August 2022 - 17:02 WITA
Jaringan Ulama Revolusi
 (Suara Papua)
Penulis
|
Editor

Suarapapuanews, Jakarta– 17/8/1945 jatuh bulan Ramadhan. Ali Alhamidi seorang ulama yang tinggalnya tak jauh dari Pegangsaan, tempat proklamasi.

Ustaz Ali, begitu ia dipanggil, merancang bikin shalat Ied di halaman Pegangsaan dengan Imam dan Khatib M. Natsir yang kala itu tinggal di Bandungl. Bung Karno akur.

Beberapa hari jelang lebaran Natsir beri tau Ustaz Ali yang beliau tak dapat ke Jakarta karena tak ada spoor (KA). Tapi shalat Ied tetap jalan, dengan imam dan khatib Ustaz Ali. Buat saya sulit sekali

wawancara Ustaz Ali karena beliau tak henti berjenaka, harus tahu cara menyela.

 

Menuru Mufreni Mukmin perancang rapat raksasa di Gambir tanggal 19 September 1945 untuk dukung proklamasi  Mr Roem dan  Mufreni. Mereka kontak Kyai Nur Ali Bekasi, Haji Darip Klender, Kyai Syam’un Kampung Mauk untuk kerah massa.

Saya pernah bertemu Kyai Nur Ali. Orangnya jarang bicara, ia lebih suka mendengar. Dengan Haji Darip juga saya sempat bertemu.

Guru Mansur Jembatan Lima keponakan Junaid al Batawi juga kerahkan massa ke Gambir. Kyai Soleh Iskandar juga datang dari Bogor membawa massa.

Rapat raksasa itu sukses.

 

Januari  1946 Belanda duduki kembali Jakarta. Peristiwa ini direspon oleh Guru Mansur dengan kibarkan bendera di menara mesjid Jembatan Lima. Rumah Guru Mansur dikepung tentara NICA. Belanda itu suruh Guru Mansur turunkan merah-putih, Guru Mansur menolak. NICA tembaki sang saka yang berkibar di menara mesjid. Lalu tentara NICA itu pergi, dan sang saka tetap berkibar.

 

Para ulama itu: Kyai Nur Ali, Syam’un, Ali Al Hamidi, Guru Mansur, Soleh Iskandar tetap bersahabat sampai hari tua mereka. Dengan Mr Roem mereka juga terus berhubungan baik.

(RS/AA)

Tinggalkan Komentar

Close Ads X
ayo buat website