Suarapapuanews, Jakarta–Jago – Jago di jaman Belanda itu anti Belanda. Thamrin ikuti pemberontakan Entong Gendut Condet 1916 dan juga sepak terjang Cing Sairin dalang paling sedikit 3 pemberontakan: Ciomas 1913, Condet 1916, Tangerang 1924. Nama Cing Sairin banyak disebut dalam karya Sartono Kartodirjo.
Cing Sairin dirikan base di Jembatan Lima yang oleh Belanda disebut Kontingen Jembatan Lima. Sairin murid Guru Cit.
Ketika pada 1918 MH Thamrin dirikan perkumpulan Kaum Betawi, jago-jago Betawi pada gabung.
Thamrin melanjutkan relasi dengan para jago yang telah dirintis ayahnya Wedana Thabri Thamrin.
Kaiyin bapa Kayah seorang dalang Wayang kulit Betawi di Tangerang yang hatinya terluka oleh penderitaan petani Tangerang yang harus membayar sewa atas tanah sawah milik mereka sendiri. Kaiyin joint Kontingen Jembatan Lima. Setelah merasa mantap dan matang pada 1924 Kaiyin kembali ke Tangerang, dan pemberontakan Tangerang 1924 meletus pimpinan Kaiyin. Tak sedikit, diperkirakan 50 orang, kaki tangan Belanda disembelih anak buah Kaiyin.
Kaiyin dan 4 pengawalnya tewas ditembak di rumah kawannya di Mauk. Kaiyin dijebak.
Thamrin dengan mobil sportnya sering tournee ke kampung-kampung a.l jumpa jago2. Tak heran ketika Thamrin menikah 1918 jago2 pada kumpul.
Wedana Thabri Thamrin dirikan mesjid di dekat rumah saya di Sawah Besar. Merbot mesjid tahun 1950-an pintar maen pukulan. Ia mengajar setelah Asar.
Ia tak ingin saat mengajar ada yang menonton.
Banyak guru maen pukulan di ruang tengah rumahnya, menghindar ditonton orang pas ke’naat. Kena’at indoor, biasanya kedua tulang kering kaki dihajar dengan batang kemuning.
Kaum Betawi yang didirikan Thamrin ditopang 2 pilar: kaum terpelajar dan jago dengan jiwa kebangsaan. Komunitas jago Betawi kalau diurut ketemu circle Guru Cit dan orgaan combat (perangi) Belanda yang dikenal sebagai Kontingen Jembatan Lima. Saya sempat mengenal beberapa person circle ini, tapi kok tak pernah ya mereka sebut nama Pitung. Ém sori, prén, ém sori.
(RS/AA)