Suarapapuanews, Jakarta– Syahbandar Sunda Kalapa 1518-1540. Ialah penggagas maen pukulan Syahbandar. Perguruan yang ia dirikan yang masih berfungsi di Wanayasa, Purwakarta. Setau saya sampai tahun 2000-an di Karang Anyar, Sawah Besar, Syahbandar masih diajarkan penerus Kyai Arya. Ia patih Majakatera setelah Mundari.
Setelah ini sejarah hilang jejak. Baru tahun 1800 muncul Bapa Slamet yang jadi staf Daendels. Namanya tak diketahui. Ia putra orang bernama Slamet.
Pada tahun 1870-an muncul seorang ahli Tarekat di Pecenongan nama
Guru Cit. Ia ayah Muhamad Bakir seorang pengarang yang berkiprah 1890-1910.
Aliran maen pukulan Guru Cit memasukan unsur kena’at dan ngumbara. Keduanya sebenarya exercise, tapi mengandung risiko elmaut
Kena’at konservasi enerji, misal meloncati kali. Ngumbara kelana sendiri berjalan kaki. Route yang ditempuh biasanya ke Pulo Cengkir, Banten (bukan Cangkir) via kampung Mauk.
Akibat penberontakan tarekar yang disulut Ahmad Rifangi Pekalongan tahun 1856, sejak itu Belanda mengawasi tarekat dengan ketat.
Guru Cit menolak waktu Belanda minta agar perguruannya ditutup.
Murid2 Guru Cit a.l Cing Sairin Cawang yang mendalangi pemberontakan Condet 1916 dan Tangerang 1924. Murid2nya yang lain banyak yang menjadi pengikut politik MH Thamrin seperti Alihun, Tenabang, Ja’man, Sawah Besar, Na’ipin, Kemayoran, Cing Sairin, asal Cawang kemudian menetap di Jembatan Lima. Ketika pernikahan MH Thanrin 1918 seluruh jago2 Betawi kumpul semua. Perguruan Guru Cit, dan murid2nya, anti Belanda.
(RS/AA)