Suarapapuanews, Jakarta– Keberadaan Kelompok Separatis Teroris (KST) Papua akan menjadi penghambat utama dalam percepatan pembangunan dan kesejahteraann di Papua. Hal ini dikarenakan teror keji yang kerap kali dilakukannya menyasar banyak pihak baik itu masyarakat asli Papua, pendatang, ataupun aparat TNI/Polri.
KST Papua adalah sebuah kelompok separatis yang lahir pada tahun 1960an dengan tujuan utama memisahkan Papua dari Indonesia. Dalam mencapai tujuan akhirnya, kelompok ini sering sekali melakukan berbagai aksi teror yang sangat keji dan tidak berkeperimanusiaan kepada orang-orang yang dianggapnya sebagai musuh perjuangan. KST Papua inilah yang juga menjadi salah satu faktor penghambat bagi Pemerintah Indonesia maupun Pemerintah Daerah untuk membangun Papua.
Selama Bulan Juli ini sudah terdengar beberapa kasus kekejaman KST Papua kepada masyarakat. Dimulai dari penembakan yang dilakukan KST Papua dengan menewaskan 10 orang warga di Nduga, hingga yang terbaru mengenai beredarnya video amatir pemenggalan kepala kepada seorang pendulang emas tradisional di Yahukimo. Seolah aksi-aksi mengerikan ini tidak pernah kunjung usai, dan sering kali dilakukan tanpa alasan yang jelas.
Aksi teror yang dilakukan oleh KST Papua ini secara tidak langsung mengganggu kerja Pemerintah Indonesia dalam membangun Papua. Diketahui bahwa Presiden Jokowi dengan program Nawacita berkeinginan besar untuk membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. Bila aksi teror terus berlanjut, akan sangat sulit untuk mencapai cita-cita tersebut karena ancaman bahaya yang akan dihadapi oleh pihak-pihak yang terkait, seperti pekerja proyek, petugas kesehatan, atau fasilitator pendampingan program-program pemerintah.
Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Daerah Pemilihan (Dapil) Papua, Yorrys Raweyai . Yorrys mengatakan bahwa KST Papua melancarkan teror dengan menyasar para penduduk yang bukan hanya Orang Asli Papua (OAP), tapi juga masyarakat umum, termasuk masyarakat pendatang yang sedang mencari nafkah di Papua.
Yorrys yang juga merupakan Ketua Majelis Perwakilan Rakyat (MPR) for Papua ini menambahkan aksi KST Papua pimpinan Egianus Kogoya sudah sangat meresahkan dan mengancam keutuhan NKRI karena aksi-aksi sporadis lainnya yang sering terjadi di Papua. Hal ini sangat disayangkan mengingat saat ini tengah dilakukan upaya dari Pemerintah dan Masyarakat Papua dalam membangun Papua melaui Otonomi Khusus (Otsus) Papua Jilid II.
Ketua Komisi II DPD RI ini meminta Pemerintah melalui aparat yang berwenang untuk secara serius dan konsisten memberangus KST Papua hingga ke akar-akarnya. Menurutnya hal ini sangat mendesak untuk dilakukan dalam rangka menjaga kondusifitas di tanah Papua, serta menjamin agar akselerasi perubahan melalui serangkaian kebijakan sebagai turunan Otsus Jilid II dapat berlangsung dengan baik.
Penanganan yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia terhadap aksi-aksi yang dilakukan oleh KST Papua ini juga harus teliti, cermat dan tidak boleh gegabah. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengibaratkan KST Papua dalam melakukan aksinya selalu menggunakan hukum rimba, dan di sisi lain penanganan yang dilakukan oleh aparat selalu berdasarkan hukum yang berlaku. Dirinya menambahkan pemerintah menghormati hukum yang berlaku kareakselena Papua merupakan bagian dari Indonesia, dan untuk menjamin Hak Asasi Manusia (HAM) di sana.
Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko meminta agar Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk turun tangan mengusut dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan KST Papua kepada masyarakat di Papua. Dirinya pun menegaskan bahwa negara tidak akan pernah mentolerir siapapun yang berupaya menyebar teror dan mengganggu ketertiban dan keamanan masyarakat, apalagi sampai menimbulkan korban dunia.
Anggota Komisi III DPR, Arsul Sani memberikan tanggapannya mengenai kekerasan yang dilakukan KST Papua. Politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini mengatakan masalah di Papua harus diselesaikan lewat jalur hukum, bukan semata-mata militer. Hal ini dikarenakan Papua memiliki kompleksitas sosial demografinya harus mengedepankan pendekatan penanganan konflik yang sistematis.
Sementara itu, anggota Komisi I DPR Dave Akbarshah Fikarno berpandangan bahwa masalah Papua harus diselesaikan secara komprehensif, bukan dengan mengangkat senjata. Dirinya berpendapat bahwa diperlukan usaha-usaha dari pemerintah untuk melakukan pendekatan ke masyarakat, bukan hanya sebatas pendekatan ekonomi, tetapi juga pendekatan kultural hingga agama. Hal ini diperlukan agar pemerataan pembangunan akses pendidikan terus berjalan. Bila pendidikan di Papua merata, maka Masyarakat Papua lebih siap untuk menghadapi dunia tenaga kerja bila dilakukan secara berkesinambungan.
Harus diakui keberadaan KST Papua sangat merugikan dan mengancam keamanan di segala lini kehidupan di Papua. KST Papua yang kerap kali melakukan aksi teror berupa tindak kekerasan dan juga pembunuhan menjadi faktor penghambat pembangunan di Papua. Penanganan KST Papua dengan melibatkan pendekatan sosial kultural dan keagamaan harus terus digalakkan. Penanganan yang tepat sesuai kaidah hukum yang berlaku oleh aparat juga harus terus diupayakan agar tidak terjadi pelanggaran HAM di Papua. Karena Negara Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi hukum, dan akan menindak tegas segala perbuatan yang mengancam kedaulatan negara sesuai hukum yang berlaku di negeri ini.
*) Penulis adalah Pengamat Papua, mantan jurnalis media lokal di Papua.
(LRW/AA)