Suarapapuanews, Jakarta– Masyarakat diminta untuk mewaspadai penyebaran radikalisme di media sosial karena kelompok teroris menggunakannya juga untuk merekrut kader-kader baru. Dengan adanya kepedulian semua pihak, penyebaran paham radikal melalui dunia maya dapat dicegah.
Kelompok teroris masih ada di Indonesia, walau ormas radikal dan teroris sudah dibubarkan tetapi penyebaran paham radikal tidak serta berhenti. Mereka memakai modus lain yakni promosi di media sosial. Dengan cara ini maka mereka berharap akan meraih simpati masyarakat, mengingat netizen Indonesia adalah salah satu dari negara pengguna internet terbanyak di dunia.
Kepala BNPT (Badan Nasional Pemberantasan Terorisme) Komjen Boy Rafli Amar menyatakan bahwa paham radikalisme sudah menyebar seperti virus Covid-19. Selama pandemi, radikalisme berkembang dengan sangat cepat. Radikalisme yang berasal dari pihak luar bisa memecah-belah Indonesia. Hal ini tentu saja berbahaya bagi persatuan bangsa.
Komjen Boy Rafli Amar melanjutkan, popaganda dari kelompok radikal juga tumbuh subur melalui media sosial. Jika dulu mereka beroperasi secara diam-diam maka sekarang terang-terangan dan memanfaatkan teknologi. Kelompok radikal menggunakan media sosial tak hanya untuk mempromosikan terorisme dan radikalisme, tetapi juga untuk penggalangan dana dan perekrutan kader-kader baru.
Dalam artian, masyarakat harus makin waspada karena kelompok radikal sudah bercokol di media sosial secara terang-terangan. Mereka seakan-akan tidak takut akan keberadaan polisi siber, lalu menggunakan berbagai media sosial mulai dari Facebook, Twitter, Instagram, sampai Tiktok. Tujuannya tentu untuk merekrut anggota dan menyebarkan radikalisme dan terorisme.
Modus dari kelompok radikal agar tidak dicokok bermacam-macam. Misalnya dengan membuat grup Facebook dengan status privat, di mana anggotanya tidak bisa masuk dengan sembarangan alias hanya bisa diundang oleh admin grup. Grup tersebut tidak berjudul radikal tetapi disamarkan menjadi “jihad’ atau ‘pembela kebenaran”.
Grup-grup yang ada di Facebook yang ternyata radikal harus diwaspadai karena dikhawatirkan memiliki banyak anggota yang tidak tahu modusnya. Masyarakat harus mewaspadai apa sebenarnya tujuan dari dibentuknya grup tersebut. Jangan asal masuk atas undangan admin grup lalu ternyata dipengaruhi oleh propaganda yang ia sebarkan, lantas direkrut jadi calon teroris.
Jika banyak masyarakat awam yang masuk ke dalam grup dalam media sosial tersebut maka dikhawatirkan akan banyak pula anggota dari kelompok radikal di Indonesia. Penyebabnya karena mereka terbujuk oleh judul grup yang keren, dan mengira bahwa ia akan dilatih jadi pemberani dan pembela kebenaran. Padahal yang dimaksudkan adalah menjadi jihadis dan lama-lama dibujuk menjadi pengebom dan peneror.
Oleh karena itu masyarakat terus diimbau agar menggunakan internet dan media sosial secara sehat dan bijak. Jangan mudah percaya dengan orang yang hanya dikenal di dunia maya. Penyebabnya karena di media sosial gampang untuk membohongi orang lain. Misalnya ada penggalangan dana yang katanya untuk korban bencana di luar negeri. Namun malah disalahgunakan jadi pengumpulan uang untuk kelompok teroris.
Beberapa waktu lalu ada penangkapan terhadap seorang mahasiswa di Malang, dan dia bertugas sebagai admin yang melakukan perekrutan di kelompok teroris dan radikal. Selain itu ia juga menggalang dana. Jangan sampai masyarakat tertipu dengan oknum seperti ini yang biasanya pura-pura memelas agar dikasihani, dan begitu berhubungan dekat malah mengajak untuk jadi radikal.
Masyarakat juga harus mewaspadai akan penyebaran radikalisme di kalangan anak muda yang ternyata juga melalui media sosial. Koordinator nasional JAMMI (Jaringan Mubaligh Muda Indonesia), Irfaan Sanoesi menyatakan bahwa masyarakat harus mewaspadai radikalisme. Keluarga harus dibentengi agar tidak terpengaruh oleh radikalisme dan terorisme.
Dalam artian, anak-anak muda saat ini menjadi sasaran kelompok radikal dan mereka dilatih agar jadi kader baru. Dengan berkenalan melalui media sosial maka kelompok radikal dengan mudah mempengaruhi mereka. Anak-anak muda yang kritis akan diajak untuk lebih berani tetapi akhirnya dibelokkan jadi keberanian yang salah, lalu dijadikan kader teroris.
Media sosial sangat berpengaruh karena informasi apapun bisa masuk ke bawah sadar dengan cepat. Hal ini yang diketahui oleh kelompok radikal dan teroris. Oleh karena itu orang tua harus memantau anaknya yang suka membuka media sosial. Mereka wajib diberi pengertian untuk tidak mengeklik sembarangan dan jangan mudah percaya dengan omongan orang di dunia maya.
Anak-anak muda harus diberi benteng yang kuat berupa nasionalisme. Jika orang tua terus mengajarkan rasa cinta kepada negara maka mereka tidak akan mudah terpengaruh oleh bujuk-rayu kelompok radikal. Ketika direkrut maka mereka menolaknya mentah-mentah.
Masyarakat wajib mewaspadai perekrutan kelompok teroris yang dilakukan di media sosial. Jangan sampai terlalu larut di dunia maya dan akhirnya kena bujuk kelompok radikal, lalu berubah jadi sosok yang garang dan mau saja dijadikan gembong teroris. Media sosial adalah tempat untuk berteman, jangan sampai malah disesatkan oleh kelompok radikal.
)* Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute
(AF/AA)