Suarapapuanews, Jakarta– Penertiban lembaga kemanusiaan yang bermasalah adalah salah satu bentuk kepedulian kita kepada sesama manusia. Karena lembaga kemanusiaan adalah perantara di antara manusia untuk berbagi kebahagiaan kepada yang membutuhkan.
Penyimpangan dana dari lembaga kemanusiaan yang dikenal luas oleh Masyarakat Indonesia tengah menjadi isu panas yang bergulir beberapa waktu ini. Lembaga Filantropis Aksi Cepat Tanggap (ACT) menjadi sorotan karena diduga melakukan penyelewengan dana donasi sosial dan kemanusiaan.
Dugaan penyelewengan utamanya adalah pada pemberian penghasilan yang sangat tinggi kepada jajaran petinggi ACT. Laporan dari majalah Tempo menyebutkan bahwa lembaga ini kerap melakukan potongan yang sangat tinggi terhadap total donasi yang seharusnya diterima penerima. Selanjutnya lembaga ini juga menggunakan dana operasional secara berlebihan.
Sebagai lembaga filantropi terbesar di Indoesia, pada 2018 hingga 2020 yang lalu ACT disebut mengumpulkan dana masyarakat sebesar Rp. 500 miliar. Dana tersebut tujuannya digunakan untuk berbagai program kemanusiaan mulai dari membantu korban bencana alam, pembangunan sekolah, maupun pembangunan tempat ibadah. Akan tetapi pada praktiknya pengelolan dana kemanusiaan tersebut diduga bermasalah, dan turut menyeret nama Mantan Presiden ACT, Ahyudin ke dalam kasus tersebut.
Ahyudin diduga memakai dana lembaga yang dipimpinnya untuk kepentingan pribadi. Dirinya disebut menggunakan dana masyarakat untuk membeli rumah dan perabotannya dengan harga tinggi. Pemborosan duit lembaga ini juga terjadi dengan pemberian fasilitas mewah dan juga gaji yang tinggi kepada jajaran petingginya. Fasilitas mewah yang diberikan ACT kepada petingginya seperti kendaraan Toyota Alphard, Mitsubishi Pajero Sport, hingga Honda CRV. ACT juga memberikan gaji fantastis hingga Rp. 250 juta kepada pemimpinnya. Sebuah hal yang bertolak belakang dari sifat filantropi sesungguhnya.
Filantropi adalah bentuk cinta kasih dengan cara kedermawanan kepada sesama. Semangat filantropi di Indonesia berkontribusi untuk pencapaian keadilan sosial dan pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Peneliti filantropi, Hamid Abidin menjelaskan bahwa ACT melakukan pemotongan yang sangat besar pada dana donasi yang dikelolanya hingga mencapai 13.5%. Dirinya mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan yang menyebutkan potongan maksimal untuk donasi sosial hanya sebesar 10%, sedangkan zakat, infak, dan sedekah maksimal 12.5%.
Sebagai informasi, lembaga kemanusiaan adalah sebuah bentuk lembaga sosial yang memberikan bantuan kemanusiaan kepada pihak-pihak yang membutuhkan. Pihak-pihak yang berhak menerima bantuan dari lembaga kemanusiaan ini adalah korban dari fenomena alam seperti gempa, tsunami, angin topan, banjir, gunung meletus, dan lain-lain. Selain karena fenomena alam, mereka yang berhak menerima bantuan dari lembaga kemanusiaan adalah korban dari peperangan, kaum papa, orang sakit, dan pihak-pihak tertentu yang memang membutuhkan bantuan karena kondisi khusus.
Lembaga kemanusiaan dapat bergerak di berbagai bidang garapan. Beberapa lembaga kemanusiaan mengkhususkan dirinya bergerak untuk membantu pendidikan, buruh migrant, mengurus pengungsi, korban perang, korban bencana alam, dan lain-lain. Dari jangakauan pergerakannya, lembaga kemanusiaan ada yang bergerak di tingkat internasional, nasional, dan ada pula yang bersifat kedaerahan.
Pergerakan lembaga kemanusiaan biasanya didasari oleh latar belakang agama, suku, ras, ataupun bangsa tertentu, tetapi ada juga yang lintas semuanya. Lembaga kemanusiaan dapat dibentuk oleh pemerintah, gabungan pemerintah, dan ada pula yang dibentuk masyarakat sipil.
ACT adalah yayasan yang bergerak di bidang sosial dan kemanusiaan yang resmi diluncurkan secara hukum pada 21 April 2005. Lembaga ini melakukan kegiatan tanggap darurat, program pemulihan pasca bencana, pemberdayaan dan pengembangan masyarakat, serta program berbasis spiritual seperti kurban, zakat, dan wakaf. ACT didukung oleh donatur publik dari masyarakat serta menjalin partisipasi perusahaan melalui program kemitraan melalui Coorporate Social Responsibility (CSR).
Selain memberikan gaji fantastis bagi petingginya dan pemborosan dana donasi, yayasan yang bergerak di bidang sosial ini diduga melakukan penyelewengan lain terhadap dana organisasinya. Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana menyebutkan bahwa pihaknya telah sejak lama mendalami soal adanya kejanggalan dalam pengelolaan donasi oleh ACT.
Temuan penyelewengan dana donasi yang dilakukan ACT ini telah disampaikan ke Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Pol Ahmad Nurwakhid mengatakan, data yang diberikan PPATK merupakan data intelijen yang masih memerlukan kajian dan pendalaman lebih lanjut.
Pelibatan Densus 88 dan BNPT dalam kasus penyelewengan dana donasi dari ACT ini tidak terlepas dari dugaan keterlibatan ACT sebagai donatur organisasi teroris Al-Qaeda. Namun Kepala BNPT menegaskan ACT belum masuk ke dalam Daftar Terduga Terorisme atau Organisasi Terorisme (DTTOT).
Terkait dugaan pelanggaran peraturan yang dilakukan pihak yayasan ini, Kementrian Sosial telah mencabut izin Penyelenggaraan Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) yang telah diberikan kepada Yayasan ACT Tahun 2022. Pencabutan ini tertuang dalam Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 133/HUK/2022 tentang Pencabutan Izin Penyelenggaraan Pengumpulan Sumbangan Kepada Yayasan Aksi Cepat Tanggap di Jakarta Selatan tanggal 5 Juli 2022 yang ditandatangani oleh Menteri Sosial Ad Interim Muhadjir Effendi.
Dari kasus ini, sebaiknya kita sebagai masyarakat lebih bijak bila ingin melakukan donasi. Penting pula untuk kita cermat dalam memilih perantara ataupun platform yang menyalurkan donasi kita. Kredibilitas lembaga kemanusiaan tempat kita menyalurkan donasi adalah yang utama. Jangan sampai niat kita untuk menolong sesama disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab. Karena bantuan kita kepada sesama seharusnya menjadi berkat bagi mereka yang membutuhkan, bukan malah menjadi bahan pemuas kebutuhan sebagian petinggi organisasi penyalur donasi atau malah sampai ke organisasi teroris yang nantinya akan membawa keburukan bagi sesama manusia kelak.
*)Penulis adalah kontributor untuk Pertiwi Institute
(KPA/AA)