Suarapapuanews, Jakarta– Radikalisme adalah paham terlarang di Indonesia karena bisa meretakan fondasi bangsa dan negara. Oleh karena itu, pemerintah berkomitmen untuk memberantas radikalisme agar tidak makin menyebar dan menciptakan disintegrasi bangsa.
Kelompok radikal seperti Front Pembela Islam (FPI) maupun Hizbut Tahrir sudah dibubarkan oleh pemerintah tetapi masih ada Ormas lain yang diam-diam bergerilya dan menyebarkan ajaran mereka. Setelah ada pawai di Cawang, Jakarta Timur, baru ketahuan ada 1 Ormas lagi yang radikal, dan pemimpinnya langsung ditangkap oleh Densus 88.
Penemuan Ormas radikal ini tentu menyentak publik karena mereka ternyata memiliki beberapa kantor cabang selain di Jakarta. Berarti Ormas radikal berusaha agar menyebarkan radikalisme dan terorisme ke seluruh warga Indonesia. Padahal sudah jelas bahwa paham ini terlarang karena bisa merusak fondasi bangsa dan negara.
Wakil Presiden K.H. Ma’ruf Amin menyatakan bahwa ancaman radikalisme dan ekstremisme harus diwaspadai. Mengingat, ideologi ini dapat meretakkan fondasi bangsa dan negara yang telah didirikan oleh founding fathers Indonesia.
Dalam artian, sejak Indonesia merdeka tahun 1945, para pendiri bangsa sudah sepakat untuk menggunakan Pancasila sebagai dasar negara. Inti dari Pancasila adalah toleransi, karena Indonesia terdiri dari keberagaman. Jika radikalisme masih bercokol maka akan merusak fondasi bangsa karena ia akan menggusur posisi Pancasila.
Pancasila tidak bisa diganti dengan ideologi apapun karena radikalisme dan ideologi lain tidak bisa menampung keberagaman yang ada di Indonesia. Pancasila sebagai fondasi posisinya sudah sangat kuat. Jangan sampai ada segelintir oknum yang menyebarkan radikalisme dan ingin mengubah dasar negara seenaknya sendiri, padahal mereka tidak pernah berjuang bersama-sama dengan founding fathers seperti Bung Karno dan Bung Hatta.
Bayangkan jika Pancasila diganti dengan radikalisme, maka akan sangat mengerikan. Indonesia bisa berubah menjadi negara ekstremis atau hancur-lebur seperti keadaan di Afghanistan, karena dikuasai oleh kelompok radikal dan teroris. Jika ada perbedaan sedikit saja maka kelompok radikal akan berang lalu melancarkan serangan bom, dan tidak ada perdamaian di negeri ini.
Padahal sudah jelas bahwa Indonesia terdiri dari banyak suku dan ada 6 keyakinan yang diakui oleh pemerintah. Namun kelompok teroris tidak mau mengakui fakta ini. Mereka hanya ingin ada satu ideologi yang disetujui dan mengabaikan perbedaan, dan tidak mengakui adanya Bhinneka Tunggal Ika.
Ketika kelompok radikal dan teroris menguasai Indonesia maka yang terbayang adalah hal-hal yang buruk. Misalnya ketika ada umat dengan keyakinan lain akan merayakan hari kudus maka akan takut dan melakukannya secara diam-diam, karena jika terang-terangan takut ada serangan di rumah ibadahnya. Sungguh menyedihkan jika ini terjadi karena pluralisme di Indonesia akan mati.
Masyarakat tentu tidak mau keadaan Indonesia berubah menjadi lebih buruk, gara-gara ulah kelompok radikal dan teroris. Oleh karena itu, masyarakat diimbau untuk membantu pemerintah dalam mengatasi radikalisme dan terorisme. Caranya dengan melaporkan jika ada Ormas yang dicurigai radikal ke BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme), lalu akan dilakukan penyelidikan lebih lanjut.
Selain itu, untuk menanggulangi radikalisme dan terorisme maka perlu ada ajaran khusus bagi para murid. Mereka perlu belajar bahwa sejak sebelum era kemerdekaan, di Indonesia sudah ada berbagai perbedaan keyakinan dan suku bangsa. Namun para founding fathers tidak mempermasalahkannya dan tetap berdamai, karena Indonesia berdiri di atas persatuan.
Para murid akan belajar untuk toleransi dengan meneladani sikap para pemimpin bangsa di masa lalu. Mereka meniru sikap Bung Karno, Bung Hatta, dan para tokoh nasional yang bergaul dengan banyak orang, termasuk yang berbeda keyakinan. Perbedaan tidak perlu dipermasalahkan karena untuk membangun Indonesia diperlukan kolaborasi dan persatuan.
Wakil Presiden K.H. Ma’ruf Amin melanjutkan, Indonesia tengah mengalami tantangan berat, mulai dari inflasi, pandemi, krisis akibat perubahan iklim, dan akibat perang (di Eropa Timur). Untuk merespons tantangan berat tersebut maka bisa diatasi dengan kemajuan teknologi informasi dan pengetahuan.
Transformasi ke era digital berlangsung dengan sangat cepat dan seluruh masyarakat Indonesia harus beradaptasi. Teknologi digunakan untuk hal-hal yang baik, seperti marketing online, belajar jarak jauh, dan lain sebagainya. Namun jangan sampai teknologi malah disalahgunakan oleh kelompok radikal dan teroris untuk melakukan rekrutmen anggota baru.
Keberadaan teknologi informasi bagai pisau bermata dua dan masyarakat perlu mewaspadai efek negatifnya. Penyebabnya karena kelompok radikal sudah mengetahui manfaat internet dan mereka membuat berbagai situs, akun sosial media, dan channel di aplikasi percakapan. Fungsinya untuk meraih kader-kader baru dari kalangan anak muda. Oleh sebab itu masyarakat wajib melaporkan ke BNPT jika mengetahui ada akun media sosial yang radikal.
Radikalisme wajib dihapuskan dari Indonesia karena bisa meretakkan fondasi bangsa dan negara. Oleh sebab itu, masyarakat wajib membantu pemerintah untuk mengatasi radikalisme dan terorisme dengan lebih perhatian ke sekitar dan melapor jika ada Ormas yang terbukti radikal.
)* Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute
(MY/AA)