Suarapapuanews, Jakarta– Undang-undang Cipta Kerja menawarkan beragam kemudahan khususnya dalam hal perizinan dan investasi. Selain itu, regulasi sapu jagat tersebut juga diyakini akan mendukung pengembangan investasi hijau dan ramah lingkungan di Indonesia.
Menteri Lingkungan Hidup periode 1993-1998, Sarwono Kusumaatmadja meyakini bahwa UU Cipta Kerja bisa membangun tren investasi ramah lingkungan. Dipermudahnya perizinan bukan berarti mengorbankan lingkungan tetapi menyederhanakan peraturan agar tetap efektif.
Sarwono menyayangkan adanya persepsi umum yang muncul bahwa ketika investasi dimudahkan berarti para pekerja dan lingkungan hidup dirugikan. Menurutnya, keberadaan UU Cipta Kerja justru menyinkronkan berbagai aturan yang menguntungkan berbagai pihak baik investor maupun masyarakat.
Menurut Sarwono, UU Cipta Kerja sebetulnya sudah baik, hanya saja pemerintah perlu memiliki komunikasi yang baik agar masyarakat memiliki keyakinan bahwa regulasi ini tidak mengorbankan lingkungan atau para pekerja demi investasi.
Sarwono menambahkan selama ini Indonesia sangat ketinggalan dalam hal regulasi. Birokrasi juga terlalu “gemuk” sehingga presiden Joko Widodo mengambil inisiatif dalam membuat omnibus Law agar segala aturan yang simpang siur dan saling bertentangan di dalam birokrasi yang gemuk ini bisa diselesaikan sekaligus.
Sarwono juga menuturkan bahwa Presiden Jokowi harus berani mengambil risiko membuat langkah besar, karena membiarkan keadaan seperti saat ini akan sangat berbahaya. Sebab, Indonesia bisa jadi akan terperangkap dalam kelompok negara berpenghasilan medium tapi di saat yang sama mayoritas penduduk usia produktif tidak bisa memanfaatkan kesempatan ini.
Pemerintah terus mendorong pelaksanaan ekonomi hijau dalam arah pembangunan ke depan. Presiden Joko Widodo mengingatkan bahwa bandul ekonomi dunia bergerak ke arah tersebut, sehingga Indonesia harus bersiap untuk menghadapi hal tersebut.
Perubahan iklim memang menjadi tantangan besar negara-negara di dunia saat ini, terutama terkait peningkatan suhu bumi akibat emisi gas rumah kaca. Indonesia telah ambil bagian dalam Perjanjian Paris untuk ikut mencegah pemanasan global. Salah satu strateginya adalah mengimplementasikan ekonomi hijau sebagai transformasi ekonomi jangka menengah panjang.
Pemerintah juga telah menetapkan arah kebijakan melalui pembangunan rendah karbon. Hal ini dilakukan melalui penurunan serta intensitas emisi pada bidang prioritas meliputi energi, lahan, limbah, industri dan kelautan. Penerapan Pembangunan Rendah Karbon juga diharapkan dapat terus menekan emisi hingga 34 persen-41 persen di 2045 melalui pengembangan EBT, perlindungan hutan dan lahan gambut, peningkatan produktivitas lahan dan penanganan limbah terpadu.
Dalam aspek regulasi, Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 atau Undang-Undang Cipta Kerja menyempurnakan berbagai regulasi yang sebelumnya berlaku. Khusus untuk Lingkungan Hidup dan Kehutanan, UU yang disempurnakan adalah UU 32/2009 tentang Perlindungan Hidup, UU 41/1999 tentang Kehutanan dan UU Nomor 18/2013 tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
Perhatian pemerintah terhadap perlindungan dan pembangunan lingkungan guna mendukung ekonomi hijau, juga diwujudkan dengan membentuk Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) atau Indonesian Environment Fund. Lembaga ini berperan penting untuk memobilisasi berbagai sumber pendanaan pengelolaan lingkungan hidup serta dapat berkolaborasi dengan berbagai pihak.
Sementara itu pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Indonesia Berly Martawardaya menilai, pemerintah perlu menekankan pembangunan ekonomi berkelanjutan yang ramah lingkungan. Sebab sebagai produsen minyak kelapa sawit dan batubara besar, Indonesia memainkan peran penting dalam penyebaran emisi gas rumah kaca atau emisi karbon. Hal tersebut perlu diperjelas lagi dalam peraturan turunan dari UU Cipta Kerja.
Menurutnya, aturan tersebut harus bisa memfasilitasi pengembangan ekonomi dan energi ramah lingkungan selain kepentingan investasi. Dirinya juga memberikan apresiasi terhadap upaya pemerintah yang ingin terus mendorong pembangunan rendah karbon. Menurutnya, langkah transformasi ekonomi tersebut harus terus dilanjutkan dan dipercepat. Jangan sampai hal itu hanya dilakukan sekali saja.
UU Cipta Kerja tidak hanya mendukung recovery di sektor perekonomian setelah Indonesia dihantam badai pandemi, tetapi juga mendukung transformasi ekonomi yang ramah lingkungan serta mendukung Investasi hijau dengan tetap mendorong pembangunan yang rendah karbon.
)* Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute
(DP/AA)