Suarapapuanews, Jakarta – Mengutip pendapat dari Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi yang mengatakan bahwa persentase kenaikan tarif listrik untuk kalangan mampu masih dapat dikatakan wajar, penulis berpendapat bahwa fenomena kenaikan tarif listrik untuk kalangan mampu tidak akan memberikan pengaruh pada inflasi. Hal tersebut karena dampaknya yang relatif kecil, yakni kurang dari 0,3 persen. Seperti diketahui, tarif yang ditetapkan Pemerintah per 1 Juli 2022 untuk pelanggan rumah tangga R2 berdaya 3.500 VA hingga 5.500 VA dan R3 dengan daya 6.600 VA ke atas disesuaikan dari Rp 1.444,7 per kWh menjadi Rp 1.699,53 per kWh.
Berdasarkan riset yang penulis dapat, kebijakan tersebut hanya berdampak pada inflasi sebesar 0,019 persen dan berkontribusi menghemat kompensasi sebanyak Rp 3,1 triliun atau 4,7 persen dari total keseluruhan kompensasi yang Pemerintah kucurkan kepada PT PLN (Persero). Hal tersebut menandakan bahwa tidak ada kenaikan inflasi yang tinggi serta hanya terjadi pada masyarakat golongan rumah tangga dengan ekonomi menegah ke atas, sehingga masyarakat dengan daya di bawah 3.500VA, bisnis dan industri tidak perlu khawatir karena tidak mengalami perubahan tarif.
Meski begitu, Tulus mengingatkan PLN selaku operator untuk dapat menjamin keandalan listrik pengguna kelompok 3.500 VA ke atas tersebut. Hal ini sebagai bentuk tanggung jawab perusahaan terhadap konsumen yang telah membayar lebih biaya tarif listrik.
Pihak Pemerintah ber-argumen bahwa kebijakan untuk menyesuaikan tarif listrik pelanggan rumah mewah dan pemerintah lantaran besaran empat indikator ekonomi makro meningkat, terutama harga minyak mentah dunia yang tinggi, sehingga meningkatkan beban produksi yang dihasilkan PLN. Setiap kenaikan 1 dolar AS dari harga minyak mentah dunia berdampak terhadap biaya pokok produksi listrik secara keseluruhan hingga Rp 500 miliar.
Berdasarkan pernyataan tersebut, penulis melihat bahwa penyesuaian tarif listrik dilakukan guna mewujudkan tarif listrik yang berkeadilan dimana kompensasi diberikan kepada masyarakat yang berhak, sementara masyarakat mampu membayar tarif listrik sesuai kondisi ekonomiannya. Senada dengan penulis, Darmawan Prasodjo selaku Direktur Utama PLN mengatakan bahwa penerapan kompensasi dikembalikan pada filosofi bantuan pemerintah, yaitu ditujukan bagi keluarga tidak mampu. Sedangkan bagi masyarakat mampu tidak berpengaruh pada daya beli mereka.
Sebagai sebuah kesimpulan, penulis mengajak kepada masyarakat untuk tidak perlu khawatir, karena tidak ada kenaikan tarif bagi pengguna kelompok 3.500 VA ke bawah. Kenaikan hanya dilakukan terhadap masyarakat pelanggan rumah tangga R2 berdaya 3.500 VA – 5.500 VA dan R3 dengan daya 6.600 VA ke atas serta pelanggan pemerintah P1 dan P2 berdaya 6.600 VA ke atas.
*Penulis adalah kontributor Jayabaya Institute
(GES/AA)