Jakarta, suarapapuanews– Pemerintah berencana menaikan tarif listrik mulai 1 Juli 2022. Kendati demikian, kenaikan tarif tersebut ditujukan untuk golongan mampu atau yang listriknya 3.500 VA (Volt Ampere) ke atas dan bukan untuk kelompok masyarakat bersubdi.
Nominal tarif dasar listrik adalah hak prerogatif pemerintah dan masyarakat selama ini membayar tagihan dengan disiplin setiap bulan. Mereka tidak mempermasalahkan biayanya karena listrik adalah kebutuhan pokok. Ketika awal pandemi, pemerintah memberi subsidi khusus untuk rakyat kecil, yang di rumahnya hanya memiliki daya listrik 450 VA.
Ketika keadaan mulai stabil dan pandemi akan berakhir, maka akan ada penyesuaian pada tarif dasar listrik. Pemerintah akan menaikkan tarif dasar listrik khusus untuk masyarakat yang di rumahnya berdaya listrik 3.500 VA ke atas. Rakyat yang memiliki daya listrik sebesar itu dari kalangan atas karena rata-rata yang golongan menengah dayanya hanya 900-1.300 VA.
Direktur Center of Economic and Law Bhima Yudhistira menyatakan bahwa kenaikan tarif listrik pelanggan rumah tangga 3.500 VA tidak akan berdampak besar pada daya beli dan pemulihan ekonomi. Penyebabnya karena mereka adalah pelanggan kelas atas yang relatif lebih siap menghadapi kenaikan biaya, termasuk kenaikan listrik.
Dalam artian, kenaikan tarif listrik pada rumah yang berdaya listrik 3.500 ke atas dianggap wajar, karena jika dayanya sebesar itu pasti huniannya mewah. Logikanya jika daya listrik besar pasti rumahnya juga besar, karena punya banyak lampu dan peralatan elektronik lain di dalamnya. Tarif listriknya naik jadi 1699,53 per kWh, sedangkan sebelumnya 1.444 per kWh.
Ketika ada kenaikan tarif listrik pada masyarakat yang mampu maka tidak akan berdampak besar pada perekonomian. Penyebabnya mereka yang rumahnya berdaya 3.500 kWh ke atas lebih berkantong tebal. Jika tarif listrik naik tidak akan kaget, dan menganggapnya sebagai suatu kewajaran. Mereka tetap tertib membayar tagihan listrik setiap bulan. Lagipula naiknya hanya sekitar 250 rupiah per kWh dan tidak mencekik leher.
Masyarakat tidak usah takut dan resah ketika ada kenaikan tarif listrik karena tidak akan mengakibatkan resesi. Memang salah satu penyebab resesi adalah kenaikan tarif dasar listrik. Akan tetapi, masyarakat yang di rumahnya berdaya listrik 3.500 VA hanya sedikit, tidak sampai 50% dari jumlah warga negara Indonesia. Jika tarif listrik naik maka tidak berpengaruh dan tidak akan memicu resesi yang mengerikan.
Kekhawatiran akan resesi memang wajar dan memang sedang terjadi krisis global akibat pandemi selama 2 tahun lebih. Namun masyarakat diminta untuk tenang, karena yang naik adalah tarif listrik untuk rumah mewah. Hal ini tidak akan berakibat buruk bagi perekonomian, terutama rakyat kecil, karena mereka tidak mengalami kenaikan tarif dasar listrik juga.
Masyarakat diminta untuk tidak terpengaruh oleh hoaks dan provokasi yang menyatakan bahwa kenaikan tarif dasar listrik untuk semua golongan, karena kenyataannya bukan seperti itu. Hoaks ini sengaja disebar oleh oknum yang anti pemerintah dan ingin mengacaukan situasi sosial di Indonesia. Biasakan untuk mengecek sebelum percaya akan suatu berita, karena bisa jadi hoaks belaka.
Ketika ada kenaikan tarif dasar listrik maka masyarakat diharap untuk menyikapinya secara wajar. Penyesuaian ini juga hanya ditujukan untuk golongan kaya sebagai bukti keberpihakan negara terhadap rakyat. Dengan adanya penyesuaian ini, maka subsidi listrik akan lebih tepat sasaran.
)* Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute
(AH/AA)