Jakarta, suarapapuanews– Pada dasarnya pemekaran wilayah papua dilakukan untuk meningkatan pemerataan pembangunan di berbagai bidang di Papua. Berbagai tokoh adat, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh intelektual, dan tokoh perempuan di Papua termasuk Warga Papua diminta untuk berpikir kritis dan bijak menyikapi rencana pemerintah mengenai pemekaran Wilayah Papua atau Pembentukan Daerah Otonom Daerah (DOB) di Papua.
Pemekaran Wilayah Papua penting agar kontrol pemerintah di daerah menjadi lebih mudah dimana sebelumnya 29 kabupaten dan kota di Papua hanya dikontrol oleh satu orang Gubernur. Oleh karena itu, pemekaran diharapkan dapat meminimalisir kabupaten dan kota yang tertinggal dan adanya pemerataan dalam hal kesejahteraan masyarakat. Pemerintah Pusat berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi Papua mulai mengupayakan pemekaran wilayah.
Rencana pembentukan provinsi di ujung timur Indonesia tersebut diatur dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) yang sudah disahkan oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dalam rapat pleno tentang Pembentukan Provinsi Papua Tengah, Papua Pegunungan Tengah, dan Papua Selatan. Ketiga provinsi tersebut adalah pemekaran dari Provinsi Papua saat ini. Sedangkan, untuk pemekaran Provinsi Papua Barat, yaitu pembentukan Provinsi Papua Barat Daya.
Mekanisme pemekaran telah tertuang secara yuridis pada pasal 76 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus (Otsus) yakni dapat dilakukan bottom-up dan top down, hal ini dapat ditunjukkan pada ayat (1) pemekaran provinsi-provinsi dan kabupaten/kota dapat dilakukan atas persetujuan MRP dan DPR setelah memperhatikan dengan sungguh-sungguh kesatuan sosial budaya, kesiapan sumber daya manusia, kemampuan ekonomi dan perkembangan pada masa yang akan datang
Ketua Komisi II DPR RI Syamsurizal menekankan, secara anggaran pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) di Papua tidak ada masalah. Sebab, di dalam Pasal 76 pada ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua ditekankan bahwa pemekaran Papua tidak membutuhkan persiapan yang rigid, sebagaimana diatur dalam UU Pemerintahan Daerah untuk provinsi lain.
Ketua Forum Komunikasi Muslim Pegunungan Tengah, Ustad Ismail Asso, meminta mayarakat Papua agar melihat DOB dari aspek yang positif termasuk peran serta tokoh agama di daerah untuk menyikapi pro dan kontra di tengah masyarakat dengan bijak khususnya dalam menggambarkan tujuan dari DOB tersbut yaitu dalam rangka menjaga, melindungi dan meningkatkan keamanan, kesejahteraan masyarakat Papua secara merata dan adil.
Ketua Aliansi Pemuda Papua di Kota Jayapura, Ali Kabiay, memilih untuk terus menggelorakan semangat pemekaran Provinsi Papua yang diyakini akan membawa perubahan yang lebih baik di Bumi Cenderawasih. Lebih lanjut Ali menyebutkan, Aliansi Pemuda Papua terbentuk atas dasar kepedulian terhadap suara asli masyarakat di Tanah Papua yang memilih untuk mendukung penuh pemekaran.
KH Syaiful Islam Al Payage, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Papua, meminta semua pihak, termasuk tokoh agama berpikir kritis dan bijak menyikapi rencana pemerintah soal pemekaran Daerah Otonom Daerah (DOB) di Papua. Masyarakat harus berpikir jernih menilai manfaat yang lebih besar dari DOB, sebab pemekaran dinilai dapat mempercepat pembangunan dan kesejahteraan masyarakat Papua khususnya mempersiapkan diri secara maksimal melalui pendidikan dan mental sehingga ke depan dapat bersaing.
Pemekaran Wilayah Papua bukan hanya perjuangan pemerintah, melainkan keinginan dan kebutuhan mayoritas masyarakat yang mendambakan kesejahteraan. Pemerintah sebagai penyelenggara negara juga berkemauan yang sama, yakni mengupayakan yang terbaik bagi negara khususnya Masyarakat Papua. Pemekaran telah diatur oleh negara, sehingga sudah sepatutnya masyarakat menerimanya dan digunakan sebaik-baiknya untuk kepentingan orang banyak di Papua.
Dampak lain dari adanya pemekaran wilayah papua yakni akan terjadi pemerataan pembangunan ekonomi, tata kelola, pendidikan dan kesehatan baik dalam hal infrastruktur maupun sumber daya manusia (SDM) di Papua. Sehingga Papua dapat bersaing dan mengejar ketertinggalannya dengan daerah lain di Indonesia.
)* Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute
(FLS/AA)