Jakarta, suarapapuanews– Iklim investasi adalah hal salah satu indikator bagi calon investor yang hendak menanamkan modalnya di Indonesia. Pemerintah juga berkomitmen untuk memperbaiki iklim investasi di Indonesia, baik dari segi regulasi hingga pemberian insentif bagi pengusaha/calon investor.
Iklim investasi merupakan seluruh kebijakan, kelembagaan serta lingkungan, baik yang sedang berlangsung maupun yang diharapkan terjadi di masa yang akan datang, serta bisa mempengaruhi tingkat pengembalian dan risiko suatu investasi.
Wakil Menteri Luar Negeri RI, Mahendra Siregar menggarisbawahi upaya Indonesia untuk menangani dan melanjutkan reformasi ekonomi, bersamaan dengan fokus yang diberikan terhadap penanganan pandemi. Salah satu yang dilakukan dalam upaya reformasi ekonomi itu, adalah dengan memperbaiki iklim investasi Indonesia dan melalui UU Cipta Kerja.
Mahendra juga menekankan komitmen kuat pemerintah Indonesia terkait perbaikan iklim investasi dan kemudahan berbisnis/berinvestasi di Indonesia, termasuk dengan pembentukan dua satuan tugas, yang pertama untuk memastikan bahwa semua pihak yang mengajukan proses investasi dapat dilayani dan difasilitasi sesuai dengan UU Ciptaker.
Satuan tugas kedua bertanggung jawab memberikan laporan kepada presiden dan untuk menilai serta mengevaluasi implementasi regulasi terkait UU Cipta Kerja. Dalam kesempatan tersebut, Wamenlu juga mengatakan meski ditempa pandemi, Indonesia telah berhasil mencapai target untuk mendapatkan investasi langsung senilai 57 miliar dolar AS, baik dari perusahaan asing maupun domestik.
Implementasi UU Cipta Kerja dan UU perpajakan tentu saja bisa dijadikan upaya konkrit pemerintah dalam meningkatkan daya tarik investasi dan penciptaan iklim usaha yang lebih baik dalam meningkatkan daya saing Indonesia.
Salah satu hal yang harus menjadi perhatian adalah mengenai keterlibatan Indonesia dalam perekonomian global. Menurutnya, Indonesia merupakan negara yang cenderung inward looking dan ini terlihat dari indeks terkait partisipasi dalam ekonomi global di mana partisipasi Indonesia cenderung rendah.
Rasio Foreign Direct Investment/FDI (investasi yang berasal dari luar negeri/asing) terhadap PDB Indonesia tergolong jarang sekali berada di atas 2%, sementara negara-negara lain di kawasan Asean seperti Thailand mampu berada di atas 3.5 persen. Sementara Vietnam ternyata mampu mencapai 6 persen. Hal ini menunjukkan bahwa keterlibatan Indonesia dalam perekonomian global agak rendah. Mungkin saja hal ini disebabkan karena kebijakan di Indonesia sendiri yang sifatnya kurang terbuka jika dibandingkan dengan negara-negara lainnya di kawasan Asean.
Meski demikian langkah pemerintah yang melonggarkan APBN melalui program pemulihan ekonomi nasional (PEN) dalam upaya meningkatkan supply side dan demand side. Kebijakan tersebut ternyata berhasil mengoordinasikan sumber daya kesehatan dan bantuan sosial dengan menggandeng seluruh elemen masyarakat dalam menghadapi pandemi.
Sebelumnya, Wakil Presiden RI Ma’ruf Amin mengatakan UU Ciptaker memiliki tujuan untuk menciptakan iklim kondusif bagi investasi dan dunia usaha. UU tersebut diperlukan karena selama ini penciptaan iklim yang kondusif bagi investasi dan dunia usaha terkendala oleh regulasi yang berbelit-belit, serta tumpang tindihnya aturan-aturan yang ada, sehingga memerlukan waktu yang panjang.
Ma’ruf mengatakan, hal tersebut menjadi sebab Indonesia belum bisa mengungguli negara lain di Asia Tenggara (Asean) seperti Thailand, Malaysia, Vietnam, Kamboja dan lain-lain. Terutama, dalam hal kemudahan investasi sehingga mengakibatkan tersendatnya penciptaan lapangan kerja di Tanah Air.
Dengan demikian, pembenahan melalui UU baru tersebut pun diperlukan agar pemerintah menjadi lebih responsif, cepat dan memudahkan segala pihak khususnya yang berkaitan dengan urusan investasi dan pendirian usaha.
Ma’ruf Amin juga memastikan bahwa UU Ciptaker merupakan respons pemerintah terhadap tuntutan masyarakat. Terutama tuntutan akan terciptanya lapangan kerja, perbaikan birokrasi dan penyederhanaan regulasi serta penciptaan iklim yang kondusif bagi investasi dan dunia usaha.
Dengan adanya investasi yang masuk, tentu saja struktur industri manufaktur di dalam negeri juga akan semakin kuat. Dari investasi itu juga bisa memacu produktivitas dan menghasilkan produk substitusi impor.
Komitmen pemerintah dalam memperbaiki iklim investasi tidak perlu diragukan lagi, hal ini terbukti dengan adanya upaya pemerintah dalam mempermudah pengurusan izin usaha, sehingga investor yang hendak menanamkan modalnya tidak perlu melalui tahap-tahap yang berbelit-belit sebelum kemudian mendirikan usaha dan membuka lapangan kerja.
)* Penulis adalah kontributor Nusa Bangsa Institute
(LP/AA)