Jakarta, suarapapuanews– Pemerintah berusaha maksimal mencegah kenaikan harga Pertalite meskipun harga minyak mentah terpantau merangkak naik. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan memberikan subsidi yang berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
Pada kesempatan rapat kerja nasional V Projo di Magelang, Jawa Tengah beberapa waktu lalu, Presiden RI Joko Widodo menuturkan bahwa yang namanya Pertalite ini akan ditahan agar harganya tidak naik dan tetap di angka Rp 7.650 per liter.
Presiden juga membandingkan harga bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia dengan harga di negara-negara lain yang telah meningkat dampak eskalasi perang antara Rusia dan Ukraina. Kenaikan harga BBM di negara lain, menurut Jokowi justru melebihi harga BBM di Indonesia.
Jokowi menyebutkan, di Jerman, bensin sudah mencapai Rp 31 ribu, Singapura Rp 32 ribu, Thailand Rp 20 ribu dan Amerika kurang lebih Rp 18 ribu per liter. Sedangkan Indonesia masih di harga Rp 7.650 per liter.
Mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut mengatakan bahwa upaya pemerintah untuk dapat mempertahankan harga BBM Pertalite saat ini, yakni dengan memberikan subsidi melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Jokowi mengakui bahwa subsidi dari APBN itu besar sekali, yang menjadi masalah adalah mau sampai kapan Indonesia bisa bertahan? Apabila perangnya belum selesai.
Presiden juga mengajak kepada masyarakat untuk tetap bersyukur karena harga Pertalite masih dapat ditahan di angka Rp 7.650 per liter. Selain itu kegiatan ekonomi di Indonesia juga secara bertahap sudah dapat dibuka karena kondisi Covid-19 yang semakin terkendali.
Sementara itu, Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan mengatakan pemerintah tidak akan menaikkan harga Bahan Bakar Mineral (BBM) jenis Pertalite meskipun di tengah kenaikan minyak dunia yang terjadi saat ini. Namun sebagai gantinya, pemerintah harus membayar kompensasi atas harga Pertalite.
Sri Mulyani menyebutkan pembayaran kompensasi Pertalite ini menjadi salah satu penyebab dari kenaikan anggaran kompensasi mencapai Rp 216,1 triliun. Padahal dalam alokasi APBN 2022, anggaran kompensasi hanya disediakan sebesar Rp 18,5 triliun saja.
Menkeu mengungkapkan pemerintah akan mengalokasikan anggaran kompensasi Pertalite sebesar Rp 114,7 triliun. Nantinya anggaran ini akan dibayarkan kepada PT Pertamina (Persero) selaku badan usaha yang menyediakan BBM bagi masyarakat. Sri mengungkapkan, kalau masyarakat waktu itu mudik dengan mobil berbahan bakar Pertalite itu merupakan bagian dari nanti yang harus dibayar oleh pemerintah ke Pertamina dalam bentuk kompensasi Rp 114,7 triliun.
Selain Pertalite, Sri Mulyani mengajukan tambahan anggaran kompensasi untuk BBM jenis solar sebesar Rp 80 triliun. Pemerintah juga akan memberikan tambahan kompensasi listrik sebesar Rp 21,4 triliun kepada PT PLN (Persero).
Menkeu menjelaskan usulan tambahan anggaran subsidi dan kompensasi kepada DPR adalah respons terhadap kenaikan harga energi saat ini. Menurutnya, pemerintah hanya mempunyai dua pilihan, yaitu menaikkan harga atau menambah alokasi anggaran.
Pemberian kompensasi kepada Pertamina adalah konsekuensi atas pemberian subsidi untuk BBM jenis Solar dan LPG 3 kg serta keputusan pemerintah dalam menetapkan Pertalite untuk masuk Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan (JBBKP) Pada Maret 2022 yang berlaku surut. Pertamina menyediakan Pertalite dengan harga pasar tapi dijual dengan harga Rp 7.650 per liter.
Sri juga mengakui bahwa harga keekonomian Pertalite, Solar, Minyak tanah, LPG sudah jauh di atas harga asumsi Indonesia Crude Price (ICP) yang ditetapkan USD63 per barel. Saat ini harga keekonomian meningkat tajam sejalan dengan ICP yang bertengger di atas USD1000 per barel.
Saat ini, pemerintah tengah mengajukan asumsi dasar ekonomi makro yaitu perubahan ICP dari USD63 per barel menjadi kisaran USD95 per barel, kemudian menjadi USD105 per barel. Atas kenaikan proyeksi ICP dalam APBN 2022, pemerintah mengajukan tambahan subsidi energi sebesar Rp 74,9 triliun, Rp71,8 triliun di antaranya untuk BBM dan LPG. Untuk kompensasi BBM dan LPG diperkirakan mencapai Rp 324,5 triliun.
Upaya pemerintah untuk mencegah kenaikan harga Pertalite tentu saja patut didukung, sebab harga minyak dunia sedang melambung sedangkan harga Pertalite di Indonesia masih berada di angka yang sama. Masyarakat pun patut bersyukur dengan tetap bijak menggunakan konsumsi bahan bakar sesuai kebutuhan.
)* Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute
(AJ/AA)