Jakarta, suarapapuanews– Rencana demonstrasi elemen mahasiswa yang tergabung dalam Petisi Rakyat Papua (PRP) pada 10 Mei 2022, sebaiknya dibatalkan. Selain mengganggu arus lalu lintas masyarakat, demonstrasi tersebut tidak relevan karena pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) telah sesuai dengan aspirasi masyarakat.
Wilayah Papua merupakan bagian integral Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berada di ujung timur nusantara. Dahulu, hanya ada 1 provinsi di Papua. Namun ketika masuk ke masa Orde Reformasi, Papua ditambah lagi jadi 2 provinsi yakni Papua dan Papua Barat. Sementara saat ini pemerintah sedang bersiap untuk meresmikan 3 provinsi baru di Bumi Cendrawasih, yakni Papua Tengah, Papua Selatan, dan Papua Pegunungan Tengah. Pembentukan provinsi baru ini sudah sesuai dengan permintaan rakyat.
Namun sayang, rencana peresmian daerah otonomi baru (DOB) ini ditentang keras oleh kelompok yang menamakan dirinya sebagai Petisi Rakyat Papua (PRP). Juru bicara PRP Jefry Wenda menyatakan ketidaksetujuannya mengenai pemekaran wilayah. Bahkan ia menuntut kemerdekaan West Papua.
Ocehan dan pernyataan ngawur Jeffrey tentu ditentang oleh masyarakat, khususnya orang asli Papua. Penyebabnya karena justru pembentukan provinsi baru ini atas permintaan warga di Bumi Cendrawasih sendiri, bukan atas tekanan atau bujukan dari pihak lain. Mereka beraudensi dengan Presiden Jokowi dan akhirnya senang karena beberapa saat kemudian permintaannya dikabulkan. Selain itu pembentukan DOB juga sesuai aturan.
Jika ada masyarakat yang mengusulkan untuk pembentukan daerah otonomi baru maka ia membawa suaranya ke ibu kota. Masyarakat berani mengusulkannya karena sudah disetujui oleh bupati, walikota, dan DPRD tingkat kota serta provinsi. Baru kemudian usulan itu dibawa ke tingkat DPR. Jika disetujui maka akan keluar RUU-nya dan akan diresmikan jadi UU, sehingga terbentuk provinsi baru.
Semua mekanisme tersebut sudah jalankan ketika masyarakat meminta pembentukan provinsi baru, bahkan sudah ada RUU-nya dan tinggal menunggu pengesahannya saja. Bahkan akan dipercepat karena mengejar waktu untuk persiapan sebelum Pemilihan Umum tahun 2024.
Jika ada 3 provinsi baru maka sudah sesuai dengan aturan dan mendapat izin dari DPRD, DPR, serta Presiden Jokowi. Oleh karena itu jika ada yang menentang terbentuknya daerah otonomi baru, amatlah aneh. Penyebabnya karena provinsi baru ini tidak serta-merta dipaksakan, melainkan permintaan dari warga Papua sendiri, dan pembentukannya sesuai dengan aturan di Indonesia.
Demo yang akan dilakukan oleh Jefry Wenda cs sebaiknya dibatalkan karena pertama, masih masa pandemi sehingga tidak akan mendapat izin dari kepolisian. Kedua, masyarakat tidak mendukung PRP atau gerakan sejenis yang menentang pembentukan daerah otonomi baru. Alasan mereka tidak masuk akal karena pembentukan provinsi baru adalah permintaan rakyat. Tidak ada unsur pemaksaan dari pemerintah.
Buktinya masyarakat yang bermukim di Mimika dan warga adat Meepago mendukung penuh pembentukan provinsi baru di Papua. Mereka mendeklarasikan dan senang karena jika ada daerah otonomi baru, akan ada banyak kemajuan di Bumi Cendrawasih. Selain itu untuk pengurusan ke ibu kota provinsi juga makin dekat.
Jefry Wenda merupakan salah satu tokoh yang aktif menyuarakan hak penentuan nasib sendiri untuk Papua. Oleh karena itu masyarakat tidak mendukungnya karena dianggap penghianat negara. Tidak heran jika Jefry menentang penambahan provinsi dan malah meminta kemerdekaan, karena memang perintah dari OPM/KST.
Pembentukan daerah otonomi baru di Papua sudah sesuai dengan aturan dan mekanisme perundang-undnagan. Oleh sebab itu, demonstrasi 10 Mei 2022 sudah sepatutnya dibatalkan, karena demo tersebut tidak mewakili aspirasi rakyat Papua dan hanya digunakan oknum pro separatis untuk mewujudkan kemerdekaan Papua.
)* Penulis adalah Mahasiswa Papua tinggal di Yogyakarta
(RK/AA)