Jakarta, suarapapuanews– Keberadaan penceramah yang menyebarkan ujaran kebencian dan paham radikal pantas ditolak. Kehadiran mereka tentu meresahkan karena mengajak jamaah untuk bersikap intoleran.
Radikalisme masih saja ada di Indonesia padahal pemerintah sudah berusaha keras untuk menghapusnya. Kelompok radikal bekerja secara gerilya dan mereka menyamar jadi orang biasa saat menyebarkan ajarannya. Untuk mengusir radikalisme maka pemerintah melakukan banyak hal. Masyarakat juga bisa membantu dengan tidak mengundang penceramah radikal ke acara pengajian atau event lainnya.
Selama ini banyak kalangan masyarakat yang belum tahu bahwa tidak semua penceramah lurus-lurus saja. Penyebabnya karena ada yang ketahuan menyebarkan radikalisme. Komisaris Jenderal Boy Rafli Amar, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyatakan bahwa ada indikasi radikalisme disebarkan lewat ceramah-ceramah selama ramadhan.
Komjen Boy melanjutkan, sebagai institusi yang mencegah timbulnya radikalisme, BNPT telah mencermati adanya materi ceramah-ceramah Ramadhan yang mengandung kebencian hingga perpecahan. Bisa saja dalam ceramah tersebut mengandung narasi-narasi yang mengandung unsur kebencian kepada negara, kepada kelompok tertentu, ras dan golongan tertentu.
Peringatan dari Kepala BNPT tentu wajib dicermati masyarakat. Ternyata ada penceramah radikal yang tidak disadari sudah tampil di TV atau channel Youtube. Keberadaan mereka tentu meresahkan karena bisa membuat jamaah jadi kehilangan rasa nasionalisme dan malah menghujat pemerintah. Juga mengobarkan lagi isu SARA (suku, agama, ras, dan antar golongan) dan mengobarkan paham anti perbedaan.
Padahal seharusnya seorang penceramah agama tidak boleh mengobarkan isu SARA karena bisa membuat kekacauan sosial. Kita tentu tidak mau ada kerusuhan yang berujung pada perampokan dan penyiksaan terhadap etnis tertentu, seperti yang terjadi pada tahun 1998 lalu. Isu SARA amat sensitif sehingga tidak boleh dipermainkan.
Selain itu, penceramah radikal wajib ditolak karena ia mengajak umat untuk memerangi pemerintah. Hal ini amat berbahaya karena bisa menggagalkan program-program pemerintah sehingga akan mandek ditengah jalan. Padahal sudah jelas di dalam sebuah hadis, Nabi bersabda bahwa umat wajib menaati sang pemimpin, dan dalam hal ini adalah pemerintah.
Penceramah radikal juga harus ditolak karena bisa memecah-belah bangsa. Mereka selalu ngotot untuk mendirikan negara khilafah dan menghapus Pancasila serta UUD 1945. Padahal Indonesia adalah negara pluralis dan terdiri dari banyak suku bangsa, serta mengakui 6 agama, sehingga tidak cocok dengan prinsip khilafah. Kelompok radikal juga tidak punya andil dalam perang kemerdekaan sehingga tak boleh mengubah bentuk negara seenaknya sendiri.
Oleh karena itu, jika ingin menyelenggarakan halal bi halal atau pengajian, maka untuk mengisi acara tausiyah jangan pilih sembarang ustad. Masyarakat wajib menghindari para penceramah yang terbukti radikal. Cara melihatnya cukup mudah karena tinggal melihat video-videonya di Youtube. Jika ia mengajak umat untuk intoleran dan menjelek-jelekkan etnis tertentu, maka sudah jelas ia seorang penceramah radikal.
Penceramah radikal memang tidak boleh diberi panggung karena akan sangat berbahaya. Dari sekian jamaah yang datang, bisa jadi ada yang tertarik untuk masuk ke kelompok radikal. Jangan sampai hal buruk ini terjadi karena radikalisme bisa menghancurkan bangsa.
Masyarakat harus waspada karena makin banyak penceramah yang ternyata menyebarkan radikalisme. Dengan adanya kepedulian bersama, maka diharapkan penyebaran radikalisme dapat ditekan dan keutuhan NKRI dapat terjaga.
)* Penulis adalah kontributor Lingkar Pers
(MY/AA)