Jakarta, suarapapuanews– Idul fitri adalah momen untuk bermaaf-maafan dan bersilaturahmi dengan sanak keluarga dan teman-teman. Mari kita jadikan hari raya sebagai saat untuk menjaga persatuan dan persaudaraan, baik antara sesama umat Muslim atau dengan umat lainnya maupun sesama anak bangsa.
Hari raya tahun 2022 ini sangat manis karena kita bisa merayakannya di kampung halaman, karena pemerintah sudah memperbolehkan untuk mudik. Rasanya lebih khidmat karena bisa sungkem ke kedua orang tua dan bermaaf-maafan ke saudara kandung, sepupu, kerabat, dan juga tetangga. Semua orang bergembira saat lebaran sambil menikmati ketupat dan opor ayam.
Namun ketika masuk dalam sesi mengobrol saat silaturahmi, bisa terjadi gesekan jika ada salah satu pihak yang kurang bisa menjaga omongan. Muncul celetukan yang bisa jadi hanya dianggap candaan seperti, “kapan menikah?” atau “seberapa gajimu?”. Namun yang ditanya bisa baper alias terbawa perasaan lalu pulang dengan hati murung. Terlebih ketika silaturahmi justru menjadi gontok-gontokan karena pandangan politik yang berbeda.
Ulama KH Ahmad Ishomuddin berpesan pada umat untuk menjadi manusia mulia, sesuai dengan perintah-Nya. Lebaran bukan momentum untuk pamer kekayaan, jangan pula memandang orang lain dengan penuh kebencian. Berlebaran harus diisi dengan kegiatan positif, bukannya menggunjing dan marah-marah, dan Nabi Muhammad berpesan, “Berkatalah baik atau diam.”
Lebaran memang wajib kita rayakan dengan penuh perdamaian karena semua orang sudah bermaaf-maafan. Janganlah membuat dosa baru dengan emosi yang mengakibatkan pecahnya persatuan. Jangan pula memecah-belah persatuan umat dengan sengaja menebar gosip karena sama saja kita sudah lupa akan esensi ramadhan, yakni menjadi umat yang lebih taat kepada-Nya.
Untuk menjaga persatuan dan persaudaraan maka ingatlah esensi lebaran yakni bermaaf-maafan dan bersilaturahmi. Umat wajib bersatu karena kita semua merupakan saudara dalam satu keyakinan. Persatuan akan membawa banyak hal positif karena bisa membuat umat makin solid.
Dengan bersatu maka kita akan punya banyak manfaat lain. Ketika silaturahmi lebaran dan bercakap-cakap dengan nada positif, maka bisa jadi ada rezeki yang mengikuti. Saudara atau tetangga bisa berkolaborasi dan membangun bisnis baru dan sama-sama menghasilkan cuan. Inilah kekuatan dari silaturrahmi.
Bersatu kita teguh dan bercerai kita runtuh. Ketika umat selalu bersatu, baik saat lebaran maupun setelahnya maka akan kompak dalam menghadapi apa saja. Ibaratnya, susah dan senang dihadapi bersama-sama. Dengan bersatu dan menghindari permusuhan maka hati akan lebih tenang.
Sebaliknya, jika idul fitri dijalani dengan bertikai maka akan membawa hal-hal buruk ke depannya. Permusuhan bisa terjadi berlarut-larut bahkan menjadi dendam. Padahal baru saja bermaafan, tapi kenapa malah bermusuhan? Jangan sampai setan kembali merasuki hati dan merusak perdamaian di antara saudara dan kawan-kawan.
Permusuhan juga bisa terjadi akibat pilihan politik yang berbeda. Oleh karena itu, saat silaturahmi lebaran janganlah bahas masalah politik atau hal-hal lain yang ‘berat’ karena bisa memicu permusuhan. Kita niat silaturahmi untuk menambah eratnya tali persaudaraan, bukannya menambah musuh.
Lebaran adalah momen setahun sekali, oleh karena itu hindari permusuhan dan perbaiki hubungan keluarga dengan mengutamakan persatuan. Persaudaraan akan terasa lebih manis jika semuanya niat untuk bersatu. Silaturahmi membawa perdamaian dan bukannya berakhir dengan permusuhan.
Mari kita jadikan momen lebaran untuk tetap solid dalam hubungan persaudaraan maupun pertemanan. Persatuan jadi utama karena akan membawa banyak kebaikan. Sebaliknya, ketika saling menyindir atau sengaja membuat pertikaian, maka lebaran akan jadi bencana. Jangan kotori hari raya dengan ucapan yang kurang baik dan merusak esensinya.
)* Penulis adalah kontributor Lingkar Pers
(AH/AA)