ayo buat website

Masyarakat Elemen Utama Cegah Radikalisme

Suara Papua - Friday, 15 April 2022 - 17:03 WITA
Masyarakat Elemen Utama Cegah Radikalisme
 (Suara Papua)
Penulis
|
Editor

Jakarta, suarapapua– Masyarakat adalah elemen yang paling utama dalam mencegah radikalisme karena kelompok radikal terjun langsung di tengah-tengah masyarakat. Merekalah yang jadi garda depan agar paham berbahaya ini tidak makin menyebar dan merusak generasi muda di Indonesia.

Pernahkah Anda mendengar berita ketika suatu organisasi radikal dibubarkan oleh pemerintah? Radikalisme memang berbahaya karena ada di mana-mana dan salah satu cara untuk mencegahnya adalah dengan membubarkan organisasi radikal dan teroris. Namun untuk mencegah radikalisme sebenarnya tidak hanya menjadi tugas pemerintah dan BNPT (Badan Nasional Pencegahan Terorisme) tetapi juga masyarakat.

KH Amas Tadjudin, Sekretaris Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Banten menyatakan bahwa masyarakat menjadi komponen utama dalam upaya mencegah virus radikalisme sejak dini. Deteksi dini radikalisme amat penting untuk diketahui masyarakat dan harus dimulai dari lingkungan terkecil yakni keluarga. Caranya dengan memberikan edukasi tentang radikalisme, terorisme, ajaran-ajarannya, dan lain-lain.

Dalam artian, pencegahan radikalisme memang penting sejak dari dalam rumah karena merupakan pendidikan pertama bagi anak-anak. Jika mereka sudah tahu arti radikalisme dan apa saja bahayanya maka tidak akan terpengaruh oleh paham berbahaya ini. Penyebabnya karena mereka sudah tahu apa saja tipu muslihat dari kelompok radikal dan penyebab radikalisme dilarang oleh pemerintah.

Pendidikan anti radikalisme di keluarga memang harus diberikan sedini mungkin, bahkan dari anak-anak balita. Tentu pengajarannya disesuaikan dengan usia mereka. Jika anak-anak sudah tahu bahaya radikalisme maka tidak akan kena bujuk kelompok radikal yang sudah berkeliaran di sosial media. Orang tua sudah memberi tahu bahwa radikalisme bisa merusak otak sehingga anak-anak menurut dan tidak mau terseret oleh jihad di tempat yang salah.

KH Amas Tadjudin melanjutkan, selain mengajarkan tentang anti radikalisme, maka keluarga bisa memberi edukasi tentang moderasi beragama, persaudaraan kebangsaan, dan persaudaraan keagamaan. Penyebabnya karena cinta tanah air adalah bagian dari iman.

Dalam artian, anak-anak juga diajarkan tidak hanya cara untuk salat, mengaji, berdoa, dll. Namun mereka paham apa itu moderasi beragama, ketika dalam melakukan aturan agama ada di tengah-tengah dan tidak ekstrem kanan maupun kiri. Sehingga tidak akan menghina orang lain yang memiliki pandangan yang berbeda, seperti yang dilakukan oleh kaum ekstremis.

Anak-anak juga diberi edukasi tentang kebangsaan dan ditanamkan rasa nasionalisme yang tinggi dengan didongengi kisah para pahlawan perang kemerdekaan dan diajak untuk mengunjungi museum nasional. Dengan begitu mereka makin mencintai negaranya dan menjadi warga negara yang taat beragama sekaligus membela negeri.

Selain itu, untuk mencegah radikalisme maka di dalam keluarga juga ditanamkan rasa toleransi yang tinggi. Seorang ibu yang menjadi madrasah pertama bagi putra-putrinya mengajarkan bahwa ada 6 keyakinan yang diakui oleh pemerintah, dan ketika ada yang memiliki akidah berbeda tidak boleh dimusuhi. Anak-anak diajarkan bertoleransi dengan membina hubungan baik kepada semua kawan dan tetangga meski keyakinannya berbeda.

Pencegahan radikalisme memang harus dilakukan masyarakat karena mereka bisa sangat membantu pemerintah dan BNPT dalam menangkal paham berbahaya ini. Ketika di dalam keluarga sudah diajarkan tentang anti radikalisme maka anak-anaknya tidak mau diajak berjihad di jalan yang salah dengan menjadi bom pengantin. Mereka memiliki rasa nasionalisme yang tinggi dan menolak radikalisme mentah-mentah.

Radikalisme harus dicegah agar tidak makin meluas karena kelompok radikal sudah nongkrong di dunia maya dan menyebarkan pengaruh negatifnya di sana. Untuk memfilter radikalisme maka keluarga, terutama ibu, mengajarkan tentang bahaya radikalisme kepada anak-anak. Hasilnya mereka lebih bertoleransi dan tidak mau tercemari oleh radikalisme.

 

)* Penulis adalah kontributor Nusa Bangsa Institute

(AT/AA)

Tinggalkan Komentar

Close Ads X
ayo buat website