Jakarta, suarapapuanews– Indonesia adalah negara maritim dengan garis pantai terpanjang di dunia. Hal ini membuat Indonesia menjadi salah satu negara dengan kekayaan biota laut yang luar biasa, namun kekayaan ini justru menjadi sasaran kapal asing untuk mencuri Ikan di perairan Indonesia. Oleh karenanya diperlukan sebuah regulasi guna menjaga sektor kelautan di Indonesia.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) sudah menjadi payung hukum Pemerintah untuk menjaga sektor kelautan dan perikanan. Dalam aturan tersebut, Pemerintah berwenang untuk memberikan sanksi administratif kepada pelaku pelanggaran di bidang kelautan dan perikanan.
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Adin Nurawaluddin mengatakan, UU Ciptaker akan memberikan sanksi administratif terhadap pelaku pelanggaran di bidang kelautan dan perikanan. Hal ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam mengembalikan kerugian negara dan pemulihan kerusakan lingkungan.
Dalam kesempatan pembukaan Rakernas Pengawasan Penegakan Hukum di Bidang Kelautan dan Perikanan, Adin mengatakan bahwa hal ini harus disikapi dengan menyamakan persepsi antar aparat penegak hukum. Sehingga terbangun sinergi kuat dalam pengawasan dan penegakan hukum sumber daya kelautan dan perikanan. Selain itu, dirinya mendorong peningkatan peran pemerintah daerah (Pemda) dalam pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan, sesuai mandat yang diberikan dalam UU Cipta Kerja.
Pemda tentu saja bisa berpedoman pada program terobosan KKP, seperti menempatkan pentingnya peran pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan, serta menjadi benteng KKP dalam rangka menjaga kelestarian sumber daya kelautan dan perikanan. Berkenaan dengan hal tersebut, perlu dilakukan penguatan pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan, baik pusat maupun daerah, serta sinergi dengan aparat penegak hukum lainnya.
Untuk itu, Ditjen PSDKP KKP turut menyelenggarakan rapat kerja nasional (Rakernas) Pengawasan dan Penegakan Hukum di Bidang Kelautan dan Perikanan. Hal ini bertujuan untuk menyamakan persepsi para pengawas perikanan dan penegak hukum di bidang kelautan dan perikanan. Juga terlaksana sinergitas pengawasan dan penegakan hukum di bidang kelautan dan perikanan.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, meyakini bahwa kehadiran UU Ciptaker akan semakin mengembangkan sektor perikanan di Indonesia. Dalam hal ini juga dinilai akan dapat mendorong pertumbuhan nilai Produk Domestik Bruto (PDB) perikanan.
Dijelaskannya, sejak awal pandemi 2020 hingga saat ini, pertumbuhan PDB perikanan menunjukkan angka lebih tinggi daripada PDB nasional. Tren positif ini disebut akan terus berlanjut, terutama dengan kehadiran UU Cipta kerja.
Trenggono mengatakan bahwa langkah yang ditempuh demi pengelolaan sumber daya perikanan memang amatlah penting. Hal ini dikarenakan nilai produksi sektor perikanan laut Indonesia yang tidaklah kecil. Menurutnya, nilai produksi di sektor perikanan laut Indonesia terhitung sekitar Rp 132 triliun dengan peluang produksi melebihi 10 juta ton per tahun.
Selain itu, kita juga tidak boleh melupakan aspek perlindungan lingkungan. Kehadiran UU Cipta Kerja mengesampingkan analisis dampak lingkungan demi kelancaran investasi, karena hal ini tidak tertera dalam pasal di dalamnya. Jika terjadi pelanggaran, perizinan lingkungan dicabut yang artinya perizinan usaha juga ikut dicabut. Sementara pada ketentuan lama, jika salah satu izin dicabut, izin lainnya masih berlaku.
Di sisi lain, lapangan kerja serta kemudahan dan penyederhanaan perizinan menjadi kunci dalam meningkatnya investasi di Indonesia. Sejalan dengan hal itu, terjadi penyerapan tenaga kerja untuk menggerakkan roda produksi dan distribusi.
Laut Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk perekonomian Indonesia. Hasil dari sumber daya laut juga akan memiliki manfaat yang sangat besar bagi bangsa dan rakyat Indonesia, jika bisa dimanfaatkan semaksimal dan sebaik mungkin. Oleh karena itu, UU Cipta Kerja harus bisa menjadi harapan bagi masyarakat yang tinggal di daerah pesisir atau pinggir pantai.
)* Penulis adalah kontributor Lingkar Pers
(ES/AA)